"Hijrah makaniyah yang dia harus pindah secara fisik, misalnya disitu berbahaya secara jiwa, berbahaya tidak dapat harta, berbahaya terhadap kehormatan, berbahaya terhadap nyawa, dia harus hijrah, wajib itu hijrah," ungkapnya.
Meski begitu, Ustaz Wijayanto juga menekankan pentingnya hijrah maknawiyah. Hijrah maknawiyah ini dimaknai dengan hijrah menuju perbaikan atau menuju perubahan yang lebih baik.
"Perubahan itu hijrah, metamorfosa itu hijrah, maka hijrah adalah sebuah keniscayaan, konsekuensi dari orang Islam. Intinya kesana, jadi dari jelek menuju baik itu hijrah, dari nakal menuju taat, dari klitih menjadi ibadah, dari korupsi menjadi orang yang jujur itu hijrah. Inti dari hijrah itu, perubahan menuju lebih baik," jelas Ustaz Wijayanto.
Ustaz Wijayanto juga mengapresiasi adanya parade seni dan budaya yang akan ditampilkan oleh Muslim Xinjiang. Menurutnya, seni dan budaya tersebut merupakan bagian dari suatu kehidupan, yang menjadikan hidup lebih indah dengan seni.
"Bayangkan kalau hidup ini tanpa seni, orang baca Quran saja perlu seni, perlu suara yang merdu," katanya.
Parade seni dan budaya yang dikolaborasikan dengan tausiah dalam Festival Hijriah Republika, dinilai menjadi perpaduan yang sangat penting. Dengan seni yang menjadikan hidup lebih indah, dan dengan ilmu (tausiah) menjadikan hidup lebih mudah karena ilmu merupakan asas agama.
"Selanjutnya, dengan agama hidup itu jadi terarah. Jadi dengan seni hidup jadi indah, dengan ilmu hidup jadi mudah, dengan agama hidup jadi terarah," ucap Ustaz Wijayanto.
Wakil Pemimpin Redaksi Republika Nur Hasan Murtiaji mengatakan, Festival Hijriah digelar sebagai momentum untuk mengingat perjalanan waktu dan peradaban umat Islam. Selain menampilkan tausiah dari para ustaz, Festival Hijriah dimeriahkan dengan pertunjukan seni budaya Muslim Xinjiang dan bazaar UMKM.