Krjogja.com - DAMASKUS – Rezim Baath Suriah yang telah berkuasa selama lebih dari lima dekade resmi runtuh pada Minggu (8/12/2024). Pemberontak berhasil menguasai Ibu Kota Damaskus, menandai berakhirnya era keluarga Assad yang selama ini menjadi simbol dominasi politik di negeri itu.
Di berbagai kota besar Suriah, warga terlihat merayakan kejatuhan rezim dengan merobohkan patung Hafez al-Assad, ayah dari Presiden Bashar al-Assad yang kini digulingkan. Foto-foto Bashar yang selama ini menghiasi ruang publik juga dihancurkan sebagai bentuk kemarahan atas tirani yang mereka alami selama bertahun-tahun.
Tidak hanya di Damaskus, perusakan simbol-simbol rezim terjadi di kota-kota penting lainnya, termasuk Latakia, kampung halaman keluarga Assad. Simbol kejayaan rezim, seperti patung dan plakat, menjadi sasaran utama amukan warga yang telah lama merasa tertekan.
Baca Juga: Suriah Gagalkan Rudal Israel Serang Damaskus
Di jantung Ibu Kota, massa menyerbu istana presiden, menggambarkan betapa kuatnya euforia rakyat atas keberhasilan menggulingkan penguasa yang telah mereka tentang sejak awal konflik.
Keberadaan Bashar Masih Misterius
Hingga berita ini ditulis, keberadaan Bashar al-Assad masih belum diketahui. Berbagai laporan menyebutkan kemungkinan ia telah meninggalkan Suriah. Dugaan mengarah pada Rusia atau negara tetangga di Timur Tengah sebagai tujuan pelariannya, namun klaim ini belum dapat diverifikasi.
Program pelacakan penerbangan internasional menunjukkan lonjakan aktivitas pengguna yang mencoba memantau rute penerbangan dari Damaskus dan Latakia. Fenomena ini menggambarkan perhatian besar dunia terhadap pergerakan Assad pasca-runtuhnya rezim.
Perayaan di Tengah Ketidakpastian
Di berbagai sudut Suriah, perayaan berlangsung meriah. Warga menari, bernyanyi, dan mengibarkan bendera revolusi sebagai simbol harapan baru. Namun, di tengah suka cita, masih ada kekhawatiran akan nasib negara yang kini tanpa pemimpin, terutama karena konflik yang berkepanjangan telah meninggalkan luka mendalam di masyarakat.
Baca Juga: Harun Masiku Bersembunyi di Pemalang?
Keluarga Assad memulai kekuasaannya sejak Hafez al-Assad mengambil alih tampuk kepemimpinan pada 1971. Selama puluhan tahun, rezim ini dikenal dengan pemerintahan yang otoriter dan penuh tekanan terhadap oposisi.
Bashar al-Assad melanjutkan kekuasaan ayahnya pada tahun 2000, namun menghadapi tantangan besar ketika Arab Spring melanda kawasan Timur Tengah pada 2011. Gelombang protes damai di Suriah dengan cepat berubah menjadi perang saudara yang menghancurkan infrastruktur negara dan memakan korban jutaan jiwa.
Berbagai negara telah memberikan tanggapan atas runtuhnya rezim Assad. Para pemimpin dunia menyerukan transisi damai menuju pemerintahan baru yang lebih inklusif. Namun, kekhawatiran tentang potensi kekosongan kekuasaan dan meningkatnya pengaruh kelompok ekstremis juga menjadi sorotan.
Sementara itu, kelompok pemberontak yang kini menguasai Damaskus menghadapi tantangan besar untuk membangun kembali Suriah yang porak-poranda akibat konflik.
Masa Depan Suriah di Persimpangan
Runtuhnya rezim Assad membuka lembaran baru bagi Suriah, tetapi jalan menuju perdamaian dan stabilitas masih panjang. Dengan infrastruktur yang hancur, ekonomi yang terpuruk, dan trauma mendalam di masyarakat, Suriah membutuhkan dukungan internasional untuk bangkit kembali.