KUALALUMPUR – PM Malaysia Dato Seri Anwar Ibrahim menyambut baik dan gembira pertemuan para cendekiawan Muslim dari dua negara serumpun yang menghasilkan Deklarasi Madani Malindo. Malindo Madani sendiri merupakan sebuah inisiatif strategis yang bertujuan membangun sinergi keilmuan dan keumatan antara Malaysia dan Indonesia.
Deklarasi yang dibacakan Ketua Pusat Dialog dan Kerja Sama Antar Peradaban (CDCC) Indonesia, Prof Dr M Din Syamsuddin Minggu (24/8) menekankan sejumlah gagasan di antaranya pemulihan kesejahteraan psikologis individu dan komunitas. Juga penguatan sektor keuangan halal dan ekonomi Islam yang berkeadilan, serta penghormatan terhadap keberagaman peradaban global sebagai kekayaan bersama umat manusia.
Deklarasi merupakan hasil kolaborasi antara para cendekiawan dan pemikir dari Indonesia dan Malaysia. Deklarasi disebut menandai langkah penting dalam mendorong visi masyarakat Madani sebagai alternatif arah peradaban dunia. “Deklarasi ini menegaskan konsep Madani sebagai visi alternatif bagi peradaban global,” ungkapnya.
Baca Juga: Kalender Jawa Senin Wage, Antara Hari Naas dan Pintu Keberuntungan
Pertemuan Majelis Cendekiawan Madani Malaysia-Indonesia (Madani Malindo) di Kompleks Institute for Advanced Islamic Studies/IAIS Petaling Jaya, Kuala Lumpur, Jumat – Minggu (22-24/8). Majelis terdiri 99 tokoh cendekiawan dari kedua negara (59 orang dari Tuan Rumah Malaysia, dan 40 orang dari Tamu Indonesia).
Cendekiawan Muslim Indonesia zelain Din Syamsuddin juga terdapat Dr. Hidayat Nurwahid, Dr Lukman Hakim Saifuddin, Drs Hajriyanto Y Thohari, Dr Anwar Abbas, Prof Dr Sudarnoto A Hakim, Prof Dr R Siti Zuhro. Kemudian Dr. Sabriati Aziz, dr Salmah Orbayinah, Dr Syifa Fauzia, Dra. Marfuah Mustofa, Dr Nurhayati Assegaf dan lainnya. Juga dihadiri ketua/yokoh sejumlah organisasi Islam tingkat pusat seperti NU, Muhammadiyah, Al-Washliyah Persis, ICMI, Dewan Masjid Indonesia, Ikatan Saudagar Muslim Indoneis dan lainnya.
Wawasan Madani baik untuk masyarakat maupun negara dapat ditawarkan sebagai solusi terhadap dunia yang mengalami kerusakan dewasa ini dan membawa ketakpastian serta ketakteraturan. Wawasan ini jelasnya telah terbukti dalam sejarah baik pada Nabi Muhammad SAW, maupun pada masa kejayaan Islam antara Abad 9 - 11 Masehi. Perwujudannya pada masa modern menuntut upaya kontekstualisasi dan reaktualisasi dengan memadukan antara tradisi dan modernitas.
Baca Juga: KPK Tetapkan Immanuel Ebenezer Tersangka Pemerasan K3, Presiden Prabowo Copot dari Jabatan Wamenaker
“Dalam kaitan inilah, Dunia Islam harus tampil dengan strategi peradaban baru, dan itulah peradaban madani (al-hadharat al-madaniyyah). Wawasan ini, katanya, akan dimantapkan perumusannya pada Madani Malindo 2 di Jakarta tahun depan,” jelas Guru Besar Politik Islam Global FISIP UIN Jakarta (Fsy)