KRjogja.com - JAKARTA - Singapore Police Force (SPF) bersama Divisi Hubungan Internasional (Divhubinter) Polri menjalin kerja sama dalam rangka menelusuri jaringan perdagangan bayi lintas negara, yang beroperasi di Jawa Barat.
Sekretaris NCB Interpol Indonesia Brigjen Untung Widyatmoko menyampaikan, kolaborasi tersebut merupakan tindak lanjut dari pengungkapan kasus yang melibatkan jalur penyelundupan bayi dari Bandung, Pontianak, Jakarta, hingga Singapura.
“Perdagangan bayi ini kami telusuri alurnya sampai ke luar negeri,” tutur Untung kepada wartawan, Sabtu (20/9/2025).
Baca Juga: Gerakan Anti Tot Tot Wuk Wuk, Penggunaan Sirene-Rotator Mobil Patwal Dihentikan Sementara
Sebagai bagian dari kerja sama tersebut, kepolisian Singapura bersedia membantu pemeriksaan saksi-saksi yang relevan. Daftar pertanyaan yang disusun oleh penyidik Polda Jawa Barat akan disalurkan melalui NCB Jakarta, sebelum diteruskan ke NCB Singapura.
“Selain itu, SPF juga siap membantu pencarian tiga warga negara Singapura yang diduga terlibat,” jelas dia.
Divhubinter Polri juga menyarankan penyidik untuk menelusuri data Nomor Induk Kependudukan (NIK) porter yang diduga mengantarkan bayi ke Singapura, demi memastikan identitas serta jalur keberangkatan.
Diketahui, Polda Jawa Barat menetapkan 22 tersangka terkait kasus perdagangan bayi. Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jabar, Kombes Surawan mengatakan, setiap bayi diperdagangkan dengan harga sekitar Rp20 ribu dollar Singapura atau senilai Rp254 juta.
Baca Juga: Panglima TNI Minta Anak Buahnya Tak Nyalakan Strobo dan Sirine Sembarangan
Nilai tersebut mencakup biaya persalinan, kebutuhan bayi, hingga keuntungan bagi pihak yang terlibat.
“Angka tersebut kami peroleh dari 12 dokumen akta notaris adopsi yang disita di rumah salah satu tersangka, Siu Ha alias SH. Dokumen berbahasa Inggris itu digunakan sebagai legalitas semu untuk memuluskan transaksi adopsi,” kata Surawan.
Dari hasil penyelidikan, para pelaku telah mengumpulkan 25 bayi, di mana 15 di antaranya telah dipindahkan ke Singapura dengan modus adopsi.
Para tersangka dijerat Pasal 2 Ayat 1 UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang, dengan ancaman hukuman penjara maksimal 15 tahun serta denda Rp600 juta.(Tom)