Bersihkan Hati dan Bersyukur Hadapi Ramadhan, Warga Temanggung Gelar Ritual Sadranan

Photo Author
- Jumat, 25 Maret 2022 | 14:17 WIB
Warga menggelar ritual sadranan di makam Kiai Demang di Dusun Demangan Desa Candimulyo Kecamatan Kedu Temanggung  (foto zaini arrosyid)
Warga menggelar ritual sadranan di makam Kiai Demang di Dusun Demangan Desa Candimulyo Kecamatan Kedu Temanggung (foto zaini arrosyid)

TEMANGGUNG, KRJOGJA.com - Ribuan warga mengikuti tradisi ritual sadranan di makam Kiai Demang di Dusun Demangan Desa Candimulyo Kecamatan Kedu Temanggung, Jumat (25/3/2022). Tradisi sadranan itu digelar untuk membersihkan hati dan ucapan syukur warga dalam menghadapi bulan suci Ramadhan.

Pada tradisi sadranan, warga berdoa pada Tuhan Yang Maha Esa agar diberi tambahan nikmat iman, islam kesehatan dan limpahan rizki. Serta tidak lupa segera berlalunya pandemi Covid-19 yang telah mencengkeram negeri ini dalam dua tahun terakhir.

Warga yang mengikuti tradisi Sadranan tidak hanya warga desa setempat, tetapi justru lebih banyak dari warga luar desa. Bahkan sebagian warga luar kabupaten yang sengaja datang untuk mengikuti ritual di makam cikal bakal perkampungan tersebut. Mereka adalah yang mempunyai orang tua atau sesepuh yang di makamkan di komplek pemakaman Kiai Demang.

Seorang warga, Rahayu (60) mengungkapkan apresiasi syukur bisa kembali digelar sadranan tahun ini, setelah dua tahun libur karena pandemi Covid-19. "Sadranan adalah tradisi di Dusun Demangan, Warga berkumpul di makan untuk berdoa. Memdoakan leluhur yang sudah meninggal," kata dia.

Dia menyampaikan harapan Allah selalu memberi limpahan Rizki, kesehatan selalu, pandemi Covid-19 segera berlalu dari dunia ini.

Juru kunci makam Kiai Demang, Romidi (63) mengatakan, sadranan menjadi tradisi dan ritual yang wajib dilakukan warga Dusun Demangan. Sadranan digelar pada Jumat Kliwon bulan ruwah, penanggalan jawa. Jika pada Ruwah tidak ada hari Jumat Kliwon maka nyadran akan dilakukan pada bulan Rejeb.

Menurutnya, ritual sadranan sebagai ungkapan rasa syukur warga pada Tuhan Yang Maha Esa atas segala nikmat yang diberikan. Warga juga memohon pada penguasa alam agar diberi berkah dan kelancaran rizki.

Pada ritual itu, warga membawa tenong berisi nasi tumpeng, ingkung, daging kambing dan beberapa jenis makanan, serta jajan pasar. " Usai berdoa, makanan disantap bersama dan dibagikan pada warga yang datang," katanya.

Sebuah tradisi dari masakan yang disajikan pada ritual ini, katanya seluruh makanan yang disajikan tidak boleh dicicipi." Kami percaya bahwa apabila sampai melanggar hal itu, maka musibah akan muncul,” katanya.

Namun yang pasti, katanya ada nilai-nilai budaya dan kearifan lokal yang di wariskan dari generasi ke generasi. Nilai itu yang menjalin erat warga.

Warga lainnya, Toni mengatakan warga Demangan harus ikut ritual, demikian juga yang mempunyai orang tua atau nenek moyang yang dimakamkan di Demangan, meski ia merantau. Sadranan adalah wahana silaturahim, mendoakan orang tua dan nenek moyang yang telah meninggal, dan bergotongroyong membersihkan lingkungan petkampungan.

Dikatakan sadranan menjadi magnet yang melebihi Idul Fitri. Dalam sadranan mempunyai daya emosional yang sangat erat. Makanya yang merantau diusahakan pulang untuk sadranan, namun saat Idul Fitri bisa jadi tidak pulang. (Osy)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Ary B Prass

Tags

Rekomendasi

Terkini

KNPI Sragen Prihatin, Slogan Sragen The Land of Mendeman

Minggu, 21 Desember 2025 | 23:10 WIB

PUDAM Boyolali Rilis Aplikasi Tirta Amperaku

Minggu, 21 Desember 2025 | 12:10 WIB

Ribuan Kendaraan Kena Tilang ETLE, Ini Pelanggarannya

Sabtu, 20 Desember 2025 | 19:10 WIB

Libur Nataru, PLN Siagakan 315 SPKLU di Jateng-DIY

Jumat, 19 Desember 2025 | 23:10 WIB

Khitan Massal Warnai Perayaan HUT Pertamina di Cilacap

Jumat, 19 Desember 2025 | 20:55 WIB
X