Sidak, Tim Temukan Penyebab Komoditas Sembako Bergejolak

Photo Author
- Rabu, 22 Desember 2021 | 14:37 WIB
Sidak sembako di Pasar Jungke Karanganyar (Abdul Alim)
Sidak sembako di Pasar Jungke Karanganyar (Abdul Alim)

KARANGANYAR, KRJOGJA.com - Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) menemukan penyebab sejumlah bahan kebutuhan pokok (Sembako) bergejolak. Terutama telur ayam negeri, minyak goreng dan cabai rawit merah.

Berdasarkan catatan harga sembako rata-rata di 12 pasar tradisional di Karanganyar, Untuk minyak goreng curah Rp19 ribu perkilo, Bimoli kemasan Rp20 ribu per liter dan merek lain Rp19.500 per liter. Kenaikan harganya nyaris dua kali lipat. Harga sembako paling kentara kenaikannya pada telur ayam negeri, dimana tiap hari naik Rp1.000-Rp1.500. Saat ini, menyentuh Rp26.500 perkilo. Sedangkan cabai rawit merah atau cabai sret Rp80 ribu perkilo.

“Telur mahal karena saat ini membarengi penyaluran bantuan sembako pemerintah. Juga karena gangguan produksi telur akibat musim penghujan. Sedangkan cabai rawit merah atau cabai sret mahal karena terjadi gagal panen. Pemicunya lalat buah. Cabai tidak sampai matang sudah membusuk. Lalu untuk migor, itu problem CPO (crude palm oil). Produksinya menurun,” kata Kasi Distribusi dan Cadangan Makanan Dispertan PP Karanganyar, Budi Sutrisno kepada wartawan di sela sidak harga sembako di Pasar Jungke, Rabu (22/12/2021).

Dalam kondisi tersebut, daya beli lemah memperparahnya. Ia tak menampik perekonomian masyarakat belum stabil akibat Pandemi Covid-19. Hal ini terlihat pada belum terasa kenaikan transaksi signifikan pada komoditas bahan pokok, meski mendekati natal dan tahun baru.

Kabag Perekonomian Sri Asih Handayani kondisi demikian dirasakan rata-rata pasar tradisional. Mengenai opsi operasi pasar sembako, hal itu belum akan dilakukan.

“Meski beberapa jenis sembako mahal, tapi masih tersedia. Belum terjadi kelangkaan. Hasil sidak akan dilaporkan ke bupati, berhara langkah solutif. Kondisi pasar terus diupdate. Semoga tetap kondusif sampai momen natal dan tahun baru,” katanya.

Sementara itu pedagang Pasar Jungke, Watik mengatakan terjadi penurunan transaksi harian sampai 25 persen jika dibanding momen serupa pada tahun lalu. Sehingga, ia terpaksa menyiasati bisnisnya.

“Karena minyak goreng mahal. Saya kulakan di swalayan grosir saja. Biasanya disetori sales. Tapi ini enggak lagi. Mungkin karena persediaan enggak ada. Migor berkemasan merek sudah Rp 37 ribu per dua liter. Sedangkan migor curah Rp 302 ribu per 17 liter. Itu pun saya melayani pesanan saja dari rumah makan,” katanya.

Watik mengaku penjualannya berkurang karena pembeli memilih berhemat. Ia menyontohkan, telur yang biasanya dibeli perkilo, turun separuhnya di tiap transaksi. Pembeli mengakui akibat harganya mahal.

“Beli telur hanya setengah kilo atau seperempat saja. Enggak seperti dulu,” katanya. (Lim)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Ary B Prass

Tags

Rekomendasi

Terkini

KNPI Sragen Prihatin, Slogan Sragen The Land of Mendeman

Minggu, 21 Desember 2025 | 23:10 WIB

PUDAM Boyolali Rilis Aplikasi Tirta Amperaku

Minggu, 21 Desember 2025 | 12:10 WIB

Ribuan Kendaraan Kena Tilang ETLE, Ini Pelanggarannya

Sabtu, 20 Desember 2025 | 19:10 WIB

Libur Nataru, PLN Siagakan 315 SPKLU di Jateng-DIY

Jumat, 19 Desember 2025 | 23:10 WIB

Khitan Massal Warnai Perayaan HUT Pertamina di Cilacap

Jumat, 19 Desember 2025 | 20:55 WIB
X