SEMARANG, KRJOGJA.com - Momentum Hari Pendidikan Nasional di bulan Mei ini, Lembaga Prestasi Indonesia Dunia (Leprid) memberikan penghargaan atau apresiasi pencatatan rekor inspiratif kepada Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Universitas Negeri Semarang (Unnes) dan BEM Universitas Katholik Soegijapranata.
Rekor kepada FIP Unnes diberikan kepada Rektor Prof Dr Fathur Rahman MHum atas karya Memvirtualkan Atraksi 560 Permainan Tradisional Nusantara sebagai upaya pelestarian, edukasi masyarakat serta pencatatan dan pendokumentasian kekayaan seni permainan yang ada di nusantara. Penghargaan diberikan di Kantor Rektorat Unnes Gunungpati oleh Ketua Umum Leprid Paulus Pangka SH.
Selain rektor, penghargaan juga diberikan kepada Dr Deni Setiawan SSn MHum (kepala Laboratorium Pendidikan Guru Sekolah Dasar) FIP Unnes, Drs Isa Ansori MPd (ketua Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar) serta Kekan FIP Unnes Dr Edy Purwanto MSi, Senin (3/5/2021).
Sementara di hari Selasa (4/5/2021), di Kantor Leprid Jalan Berlian Mangunharjo Tembalang Semarang, diberikan pula penghargaan rekor Pembuatan Buku berisi 600 Surat untuk Indonesia. Penghargaan diberikan kepada Rektor Unika Soegijapranata Prof Dr F Ridwan Sanjaya MSIEC, BEM serta Kampus Unika Soegijapranata.
Menurut Paulus Pangka SH, kedua rekor yang dicatat Leprid merupakan momentum penting perguruan tinggi memaknai peringatan Hari Pendidikan Nasional.
"Memvirtualkan kesenian permainan tradisional sebagai upaya pembelajaran terhadap seni budaya bangsa Indonesia ini sangat luar biasa. Sebab melalui seni permainan tradisional, dapat menjadi sarana membentuk karakter sejak dini terhadap anak-anak. Utamanya membangun kepedulian sosial, karena umumnya permainan ini berbentuk aktifitas massal. Sedangkan pembukuan 600 surat yang dibuat 600 mahasiswa dan pelajar se-Indonesia memuat pesan-pesan kepedulian terhadap NKRI. Isi surat antara lain membangun optimisme ke-Indonesiaan agar lebih baik," ujar Paulus Pangka SH.
Ketua BEM Unika Soegijapranata Irfan Putra mengatakan dalam waktu 2 minggu pihaknya mampu mengumpulkan 600 surat dari hasil seleksi 680 surat yang diterima. "Tak ketinggalan pelajar dan mahasiswa Papua pun banyak yang mengirim. Umumnya mereka meminta adanya perhatian atas situasi yang berkembang selama ini. Mereka mengaku Papua sebagai bagian dari Indonesia, sama seperti Jawa dan pulau-pulau lainnya. Perhatian yang dimintanya adalah bagaimana menciptakan iklim aman damai di papua, sehiongga para pelajar dan mahasiswa dapat belajar dengan tenang tanpa gangguan keamanan. Mereka ingin membangun tanah Papua," ungkap Irfan. (Cha)