Johan A Hutauruk Raih Gelar Doktor Usai Meneliti Katarak

Photo Author
- Selasa, 25 Oktober 2022 | 21:07 WIB
Dr dr Johan A Hutauruk SpM(K) (kanan) bersama Prof Suharjo.  (foto: juvintarto)
Dr dr Johan A Hutauruk SpM(K) (kanan) bersama Prof Suharjo. (foto: juvintarto)

YOGYA - Katarak, atau kekeruhan lensa mata adalah penyebab utama kebutaan di dunia dan Indonesia. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (Perdami) menyebutkan bahwa pada 2020, 8 juta orang di Tanah Air mengalami gangguan penglihatan, dengan 81,2 persen di antaranya disebabkan oleh katarak. 

 

"Operasi katarak menjadi pilihan utama untuk memulihkan penglihatan, tetapi pertanyaan di atas akan sering ditanyakan oleh pasien dan dokter mata berusaha mencari faktor yang mempengaruhi kualitas penglihatan," ungkap Dr dr Johan A Hutauruk SpM(K), Spesialis Mata Kornea, Katarak dan Bedah Refraktif JEC, sekaligus Presiden Direktur JEC Korporat kepada wartawan usai menjalani Ujian Terbuka Doktor, Program Doktor Ilmu Kedokteran dan Kesehatan UGM di Gedung Auditorium FK-KMK UGM, Senin (24/10/2022). 

 

Concern terhadap situasi tersebut melandasi Johan A Hutauruk untuk menggagas penelitian secara mendalam guna memahami perbedaan kualitas penglihatan antara pasien pseudofakia usia lanjut dengan pasien dewasa muda normal (yang belum melakukan tindakan operasi katarak). 

 

Kelompok pasien dewasa muda dijadikan pembanding (kelompok kontrol) lantaran dianggap berada pada fase usia dengan kualitas penglihatan terbaik. Kedua kelompok memiliki mata dengan indeks visus 6/6 (standar penglihatan yang setara 100 persen, berdasarkan pemeriksaan menggunakan Snellen Chart). 

 

Meskipun penglihatan sangat baik, kedua kelompok diminta mengisi kuesioner adanya gangguan penglihatan seperti sering silau, berkabut, melihat lingkaran pada lampu (haloes), dan juga dilakukan serangkaian pemeriksaan dengan alat diagnostic yang canggih untuk mengukur lebar pupil, kelengkungan kornea dan adanya aberasi penglihatan (higher-order aberration).

 

Pemeriksaan objektif, seperti Snellen Chart, tidak bisa mendeteksi adanya gangguan penglihatan yang dikeluhkan pasien tersebut. Karenanya, penelitian ini tidak berhenti pada perbedaan kualitas penglihatan antara kedua kelompok, tetapi juga mengetahui komponen optikal yang turut memengaruhi. 

 

Penelitian ini selaras dengan visi JEC Eye Hospitals & Clinics sebagai eye care leader di Indonesia untuk mengoptimalkan penglihatan dan kualitas hidup masyarakat di Tanah Air.

 

Ketua Sub Divisi Oftalmologi Komunitas dari Departemen Ilmu Kesehatan Mata UGM/RSUP Dr Sardjito, Prof dr Suhardjo SpM(K) SU yang juga co-promotor mengapresiasi disertasi ini. 

 

"Pasien yang tajam penglihatan tapi masih ada keluhan tidak nyaman perlu ditangani. Faktor usia berpengaruh dengan penurunan penglihatan mata yang membuat kualitas hidup turun hingga 30 persen. Namun dengan penanganan yang baik fungsi penglihatan yang terjaga akan menaikkan kualitas hidup 40-50 persen pada lansia yang terganggu penglihatannya walau tidak bisa kembali normal seperti waktu muda," ungkap Prof Harjo. (Dev/Vin)

 

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Ary B Prass

Tags

Rekomendasi

Terkini

Perlu 7 Pilar Fondasi Sistematik Kinerja Aset

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:20 WIB

Lagi, Dr Sihabul Millah Pimpin IIQ An Nur Yogyakarta

Sabtu, 20 Desember 2025 | 20:30 WIB

UMJ Perlu Melangkah ke Universitas Kelas Dunia

Selasa, 16 Desember 2025 | 09:15 WIB
X