YOGYA, KRJOGJA.com - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan pakar hukum persaingan usaha, Prof Dr Ningrum Natasya Sirait, MLi mengatakan, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) bisa menggunakan hak inisiatif terkait wacana pelabelan Bisphenol (BPA) pada kemasan galon guna ulang.
Jadi adanya pernyataan bahwa wewenang KPPU dalam konteks ini baru bisa dijalankan ketika nantinya ada efek dari pemberlakuan peraturan itu dan apabila ada keluhan bahwa ada indikasi persaingan usaha tidak sehat.
"KPPU itu memiliki hak inisiatif tanpa ada laporan sekalipun untuk melakukan pemeriksaan terhadap kebijakan atau pelaku usaha yang dicurigai ada persaingan usaha tidak sehat di dalamnya. Kalau ada issue menyangkut persaingan. KPPU punya hak inisiatif tanpa ada laporan pun," kata Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Prof Dr Ningrum Natasya Sirait dalam keterangan persnya yang diterima KRJOGJA.com di Yogyakarta, Jumat (1/7/2022).
‎
Menurut Ningrum, hal itu jelas termuat dalam UU No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat pasal 40 yang menyebutkan Komisi dapat melakukan pemeriksaan apabila ada dugaan terjadi pelanggaran Undang-undang ini walaupun tanpa adanya laporan. Karena KPPU dan BPOM adalah dua lembaga yang memiliki wewenang di wilayah berbeda.
"Memang dua wilayah yang berbeda, tapi kalau berdampak terhadap competitiveness, ya wajarlah KPPU memberi perhatian. Kenapa harus menunggu komplain. Apa gunanya competition check list kalau melihat bakal menjadi beban," cetusnya.
Sebelumnya, Dosen Fakultas Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Mursal Maulana meminta agar KPPU tidak terburu-buru dalam menilai rencana Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) membuat peraturan terkait pelabelan Bisphenol A (BPA) pada produk air minum dalam kemasan galon berbahan plastik keras (polikarbonat).
"KPPU sebaiknya wait and see (melihat dan menunggu) dan tidak tergesa-gesa melakukan tindakan," ujarnya.
Sedangkan Komisioner Komisi Pengawas Persaingan usaha (KPPU), Chandra Setiawan menegaskan, meski ada perbedaan perspektif antara BPOM dan KPPU dalam melihat revisi kebijakan yang akan melabeli berpotensi mengandung BPA pada galon guna ulang.
Perbedaan itu terjadi karena perspektif BPOM demi kesehatan masyarakat. Sedangkan perspektif KPPU adalah jangan sampai regulasi itu dibuat untuk menguntungkan perusahaan tertentu saja.
"Saya melihat polemik kontaminasi BPA yang berujung pada upaya pelabelan produk air galon guna ulang, berpotensi mengandung diskriminasi yang dilarang dalam hukum persaingan usaha. Sebab 99,9 persen industri ini menggunakan galon tersebut, hanya satu yang menggunakan galon sekali pakai," jelasnya. (Ria)