YOGYA, KRJOGJA.com - Program Studi, Pendidikan Bahasa Inggris, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (PBI FKIP UST) Yogyakarta menyelenggarakan Workshop 'Merdeka Belajar' dan Peninjauan Kurikulum PBI (S1) di Hotel Cantya, Jalan Sisingamangaraja Brontokusuman Yogyakarta, Jumat (10/1/2020). Kegiatan diikuti puluhan peserta yang merupakan alumni PBI UST dan berprofesi sebagai guru.
Ketua Prodi PBI UST, Anselmus Sudirman SPd MHum mengatakan, kegiatan ini bertujuan untuk menyempurnakan kurikulum PBI disesuaikan dengan konsep pendidikan yang digagas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim yakni 'Merdeka Belajar'. Selain itu menyiapkan reakreditasi Prodi PBI pada 2021 mendatang. "Sebagai lembaga pendidikan yang menyiapkan calon-calon guru, kami ingin lulusan PBI UST peduli mengenai kemerdekaan belajar," terang Anselmus kepada KRJOGJA.com disela kegiatan.
Dijelaskan Anselmus, hari pertama workshop mengulas soal merdeka belajar oleh Dosen PBI UST Hazairin Eko Prasetyo dilanjutkan Focus Group Discussion (FGD). Kemudian pemaparan oleh Kepala Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta Budi Santosa Asrori. Hari kedua pelatihan pembuatan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) atau lesson plan berbasis HOTS (High Order Thinking Skills) atau keterampilan berpikir tingkat tinggi.Â
"Setelah mengikuti workshop ini diharapkan guru-guru bahasa Inggris memahami konsep Merdeka Belajar dan bisa menerapkan di sekolah. Selain itu untuk menyempurnakan kurikulum PBI UST agar lebih efisien sehingga para mahasiswa (calon-calon guru) bisa lulus tepat waktu (8 semester). Kita ingin di semester 8 mahasiswa tidak direpotkan dengan teori/perkuliahan tapi fokus menyelesaikan skripsi," katanya.
Dosen PBI UST Hazairin Eko Prasetyo mengatakan, dalam konsep merdeka belajar, unit pendidikan yaitu sekolah, guru-guru dan murid punya kebebasan untuk berinovasi serta kebebasan untuk belajar dengan mandiri dan kreatif. "Merdeka belajar adalah kemerdekaan berpikir dan terutama esensi kemerdekaan berpikir ini harus ada di guru dulu. Tanpa terjadi di guru, tidak mungkin bisa terjadi di murid," katanya. (Dev)