Baru Tumbuh, 3 Strata Perempuan dalam Berpolitik

Photo Author
- Sabtu, 13 Juli 2019 | 14:31 WIB
Dr Anom Wahyu Asmorojati SH MH dan Muhammad Nur SH MH dalam pelatihan. (Foto: Jayadi K)
Dr Anom Wahyu Asmorojati SH MH dan Muhammad Nur SH MH dalam pelatihan. (Foto: Jayadi K)

BANTUL, KRJOGJA.com - Kalau dicermati, minat perempuan terjun dunia politik di Indonesia baru tumbuh. Perempuan bisa digolongkan atau diklasifikakan, ada tiga strata/level, yakni perempuan tradisional, transisi dan kontemporer. Perempuan tradisional berkutat di rumah tangga. Kedua, trasisi, mengurusi rumah tangga dan juga berkarir. Ketiga, kontemporer yang berkarir. Urusan rumah tangga ditangani orang lain, asisten rumah tangga/pembantu.

Demikian diungkapkan Dr Anom Wahyu Asmorojati SH MH, dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) dalam Pelatihan Peningkatan Peran Perempuan di Era Demokrasi di Gedung Muhammadiyah Wonocatur, Jalan Wonocatur, Banguntapan Bantul, Sabtu (13/07/2019). Hadir juga sebagai narasumber Muhammad Nur SH MH, dosen FH-UAD dengan materi Pemanfaatan IT dalam Pemilu, Peluang dan Tantangan. Kegiatan ini diselenggarakan Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (LPPM) UAD dengan Pimpinan Cabang Aisyiyah/PCA Banguntapan Utara diberi pengantar Hj Warjilah SPd (Ketua PCA Banguntapan Utara). Setelah disampaikan materi berlangsung pula diskusi dan tanya jawab. 

Menurut Anom Wahyu, perempuan berpolitik sebenarnya bukan hal yang asing lagi di Indonesia, namun kenyataannya untuk memenuhi 30 persen keterwakilannya di DPR RI ternyata tidak gampang. "Mencari perempuan yang memiliki kapasitas dan kapabilitas tidak gampang," tandasnya. Parpol sendiri juga kurang melakukan regenerasi, kaderisasi. "Ingin mudahnya, perempuan yang punya nama dan dana yang direkrut, masuk di kancah perpolitikan," ujarnya.

Sedangkan Muhammad Nur dalam kesempatan itu antara lain, sekarang ini perempuan di berbagai lapisan masyarakat tidak asing lagi dengan media sosial (Medsos). Perempuan yang belum matang literasinya begitu sangat gampang dan begitu mudahnya 'mengeshare' entah benar atau salah. "Benar atau salah kadang tidak peduli. Perempuan masih kurang selektif dan bijaksana menggunakan media sosial," ujarnya. Untuk itu perlu edukasi. Padahal perempuan juga punya tugas utama di keluarga melakukan edukasi kepada anaknya. Pada akhirnya juga tugas untuk keluarga. 

Diakui Anom Wahyu dan Muhammad Nur, materi pelatihan ini sebenarnya sudah disiapkan jauh-jauh hari sebelum Pemilu 2019 berlangsung. "Karena satu dan lain hal, baru saat ini dapat terealisasi. Setelah Pemilu 2019 selesai, perempuan bisa banyak belajar dari kasus dan dinamika Pemilu," ujar Anom Wahyu. 

Muhammad Nur juga mengingatkan, akibat menggunakan Medsos kurang bijaksana, ada beberapa perempuan terjerat kasus hukum. "Saatnya. bermedsos dengan cerdas dan bijaksana. Kapan informasi dibaca dan dishare, kapan informasi hoaks/bohong dibaca karena tidak berguna langsung didelete alias dihapus." tandasnya. (Jay)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: danar

Tags

Rekomendasi

Terkini

Perlu 7 Pilar Fondasi Sistematik Kinerja Aset

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:20 WIB

Lagi, Dr Sihabul Millah Pimpin IIQ An Nur Yogyakarta

Sabtu, 20 Desember 2025 | 20:30 WIB

UMJ Perlu Melangkah ke Universitas Kelas Dunia

Selasa, 16 Desember 2025 | 09:15 WIB
X