YOGYA,KRJOGJA.com - Betara Ismaya dikisahkan turun di Gunung Tidar. Didalangi oleh Haji Sukron Suwondo, sang betara hendak mengajarkan makna kehidupan berintikan keimanan, kemandirian, dan kewaskithan.
Kisah itu diceritakan kembali oleh sang dalang dalam lakon Semar Badra. Acara tersebut diselenggarakan di halaman rektorat pada Sabtu, (13/05/2017) malam dalam rangka Dies Natalis UNY Ke-53. Dan menurut Rektor UNY, Prof. Sutrisna Wibawa, acara tersebut tak hanya bertujuan untuk sekedar menjadi tontonan dan hiburan masyarakat.
"Jadi bukan sekedar tontonan. Wayang ini sebagai tontonan dan tuntunan," ungkapnya kepada KRJOGJA.com.
Tuntunan yang dimaksud, adalah nilai yang bisa dipetik dari cerita yang dibawakan dalam wayang. Dari gambaran dunia pakeliran yang digambarkan penuh gonjang-ganjing, Sutrisna menyebut bahwa krisis karakter yang dialami Indonesia dapat direfleksikan.
Sehingga, bangsa ini kemudian perlu sosok yang bebadra mengajarkan kebaikan. Serta tidak bisa bergantung hanya pada satu orang, layaknya sosok Semar layaknya di pewayangan.
"Karena jika pewayangan punya semar, dewa yang turun dari langit, kita juga harus punya masyarakat yang mau turun dari zona nyamannya untuk bergerak menuju revolusi mental," pungkas sang rektor yang juga bergelar guru besar bidang filsafat jawa tersebut. (MG-21)