Diskusi Agama Baha’i Di UAJY

SLEMAN, KRJOGJA.com - Isu intoleransi akhir-akhir ini sudah meluas dan meresahkan masyarakat. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) di tahun 2016 mencatat bahwa sejak tahun 2014 jumlah pengaduan dugaan pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB) di Indonesia meningkat. 

Karena itu,  Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) menggelar Forum Studi Komunikasi yang membahas tentang Agama Baha’i dalam Komunikasi Multikultur. Diskusi tersebut berlangsung di Ruang Seminar Perpustakaan UAJY pada Senin (27/03/2017).

Penulis buku Agama Baha’i Dalam Lintasan Sejarah di Jawa Tengah, Dr. Moh Rosyid, peneliti agama Baha’i Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kudus, Jawa Tengah, menjelaskan, “Agama Baha’i adalah kepercayaan yang berkembang dari Persia, Timur Tengah, yang mana kemudian perkembangannya di Pati, Jawa Timur, dimulai dari tahun 1970-an.”

Berdasarkan hasil penelitiannya, Rosyid menyampaikan, “Gus Dur adalah tokoh politik yang telah melakukan berbagai upaya untuk menengahi permasalahan layanan publik yang kerap mendiskriminasi pemeluk agama Baha’i.” 

Agama Baha’i bersifat universal dan independen, bukan pula sekte dari agama lain. Para umatnya mempercayai, bahwa Baha’u’llah adalah pembawa wahyu agama Baha’i. Agama ini mengajarkan bahwa Tuhan itu satu. Semua agama berasal dari Tuhan dan mengajarkan kebaikan.

Moh. Rosyid menambahkan, “Inti agama Baha’i adalah inklusif dan berfokus pada pembangunan relasi sosial yang harmoni dengan masyarakat. Sayangnya masih ada stigma yang negatif hingga diskriminasi negara terhadap keberadaan mereka.” (*)