Krjogja.com - BANTUL - Mahasiswa Doktoral batch 2 Stipram Yogyakarta menggelar konferensi internasional bertajuk Global Tourism Science and Vocational Education, Senin (6/5/2024). Berbagai persoalan dibahas bersama akademisi dari lima negara seperti Thailand, Malaysia, Amerika, Australia dan Indonesia.
Prawoto, Penyelenggara Seminar yang juga mahasiswa Doktoral Kepariwisataan Stipram, mengatakan konferensi internasional dibuat dengan tujuan bertukar pengetahuan, ide dan riset kepariwisataan. Kegiatan dilaksanakan hybrid, secara offline menghadirkan 200 orang dan daring dihadiri 58 orang, dengan 34 paper dipresentasikan.
"Bagaimana karya ilmiah akan diposting dalam jurnal internasional. Harapannya kami bisa beri manfaat baik bagi peserta maupun pemakalah. Bagaimana pariwisata menjadi sebuah ilmu yang berdiri secara khusus," ungkapnya pada wartawan.
Dalam konferensi tersebut, dibicarakan pula isu kepariwisataan global yang harus disikapi insan pariwisata. Salah satunya terkait mitigasi pandemi yang sangat mungkin terjadi ke depan, hingga pariwisata keberlanjutan yang meliputi banyak hal.
Baca Juga: Golkar Mengarah ke Afnan Hadikusumo di Kota Yogya, PDIP Ikut Labuhkan Dukungan?
"Dunia pariwisata harus dipersiapkan betul SDM dan industri, bagaimana mitigasi adanya pandemi yang akan datang. Bagaimana kita bisa memastikan keamanan dan kenyamanan wisatawan yang hendak datang ke Indonesia. Apabila ada kejadian pandemi, maka sudah siap, tidak seperti Covid 2020, kita belum siap," ungkapnya lagi.
Pariwisata sebagai keilmuan mandiri juga didorong untuk memberikan kontribusi pada iklim pariwisata tanah air. Salah satunya akademisi bisa menyikapi pernyataan atau kebijakan yang dikeluarkan pejabat dari lembaga negara.
"Bagi kami akademisi, mencoba mengkritisi itu dari sisi keilmuan. Industri akan kritisi dari implementasi lapangan, kami dari akademis. Salah satunya masalah sampah juga jadi bahasan kita di akademis. Sustainable tourism, ini yang harus benar-benar diimplementasikan. Bukan hanya berpikir hari ini tapi ke depan. Makin banyak wisatawan datang, sampah tentu akan semakin datang juga. Dia membawa dari tempat asal, saat di lokasi dan saat meninggalkan tempat. Ada riset, satu wisatawan di kapal pesiar 0,8 kilogram sampah perhari, ini sebagai gambaran," imbuhnya.
Baca Juga: UNY A Juara Turnamen Tenis Piala Rektor UNY 10
Persoalan sampah di DIY juga menjadi perhatian bagi akademisi pariwisata karena bisa menurunkan kualitas wisata. Harus ada komitmen dari pelaku pariwisata tak hanya pengambil kebijakan semata.
"Harus ada wacana sadar wisata bagi wisatawan. Menjaga lingkungan, harus dimulai dari perorangan mengurangi bahan-bahan yang menimbulkan polusi. Kami dari akademisi terus menyuarakan. Di sisi lain kebijakan aturan harus tegas, juga implementasi dan kontrol berjalan. Sampah bisa mengurangi kualitas pariwisata, bagaimana wisatawan mulai memilih yang green tourism, belum signifikan jumlahnya tapi kualitasnya bisa mempengaruhi. Ada contoh di Rinjani, bawa naik barang harus sama dengan yang dibawa turun. Kalau di gunung saja bisa mengapa di kota tidak bisa," tandasnya.
Sementara, Chairman Stipram Yogyakarta, Suhendroyono, mengatakan konferensi internasional membuktikan bahwa keilmuan pariwisata bisa berjalan secara mandiri. Ilmu pariwisata disebut Hendro sebagai salah satu ibu keilmuan yang dipelajari menyeluruh membawa manfaat untuk kehidupan manusia.
"Pariwisata sebagai keilmuan bisa berdiri secara mandiri. Ini mewujudkan hal tersebut. Peran akademisi pariwisata bisa dirasakan dalam mengurai tantangan kehidupan manusia yang tak bisa lepas dari wisata, dengan alam berada di dalamnya," pungkas dia. (Fxh)