Krjogja.com - Universitas Gadjah Mada merupakan salah satu universitas terbaik di Indonesia. Program-program kampus dan moto universitas "locally rotted globally respected" membuat kampus ini sering dijuluki kampus yang "merakyat".
Salah satu program unggulan dari UGM adalah program KKN dan menjadi salah satu pionir universitas yang pertama kali mencetuskan KKN. UGM mewajibkan seluruh mahasiswanya untuk melakukan pengabdian kepada masyarakat, sebagai bentuk kontribusi langsung bagi kemajuan dan pertumbuhan bangsa.
Baca Juga: Takaaki Tampil Gemilang di Para Fencing World Cup
KKN-PPM UGM pun terbesar di seluruh Sabang hingga Merauke.
Namun, sayangnya niat baik pengabdian UGM ini tidak diiringi dengan dukungan yang baik dari pihak universitas. Mahasiswa biasanya diberikan pilihan untuk mengikuti tim plotting atau mengajukan peminatan lokasi.
Mahasiswa yang mengajukan peminatan lokasi akan mengirimkan proposal pendanaan yang akan ditinjau oleh Direktorat Pengabdian Kepada Masyarakat (DPKM) Universitas Gadjah Mada.
Baca Juga: Inilah jadwal lengkap Liga Champions 2025-2026 pekan pertama tanggal 16-19 September 2025.
Mahasiswa yang lolos akan mendapatkan pendanaan dari DPKM. Sedangkan proposal yang tidak lolos pendanaan, akan diberikan tiga opsi, antara lain (1) Memilih lokasi lain yang ditawarkan oleh DPkM di Provinsi Jawa Tengah dan DIY, (2) Tetap melaksanakan KKN-PPM di lokasi awal yang diusulkan dengan dana mitra yang meliputi biaya transport dan program, (3) Tim membubarkan diri dan mengikuti proses penempatan oleh DPkM di lokasi yang dimandatkan.
Berdasarkan Review Proposal KKN-PPM UGM Periode 4 Tahun 2025, dari estimasi 50 tim yang mengajukan proposal pendanaan KKN-PPM baik di Pulau Jawa maupun luar Pulau Jawa, hanya ada 7 tim di Pulau Jawa yang lolos pendanaan DPKM-UGM.
Sisa tim yang tidak lolos diberikan tiga opsi yang disudah disebutkan di atas. Tanpa adanya dukungan pendanaan dari DPKM UGM, mahasiswa terancam gagal untuk KKN, khususnya di luar Jawa.
Mahasiswa yang memilih untuk tetap pergi diperkirakan akan mengeluarkan biaya transport hingga 5 Juta Rupiah. Beberapa contoh biaya Tim KKN luar Pulau Jawa, antara lain TIM KKN Tentang Buteng (Buton Tengah, Sulawesi Tenggara) mengestimasikan biaya KKN hingga 2,6 Juta dan Tim KKN Samara Lingsar (Lombok, Nusa Tenggara Barat) mengestimasikan biaya KKN hingga 2,5 Juta.
Biaya ini terdiri dari biaya transportasi, konsumsi, dan juga program kerja selama KKN kurang lebih 50 hari. Mahalnya biaya tersebut tentunya membebani mahasiswa dan membuat mahasiswa kecewa.
Mahasiswa pun menyoroti minimnya ruang diskusi mengenai kebijakan administrasi KKN UGM ini, "Kecewa karena UGM gak transparan dan gak diskusi KKN ke mahasiswa bersangkutan. Gak ada diskusi dan kurang sosialisasi. Jadinya keputusannya sepihak tanpa sepengetahuan mahasiswa yang nantinya akan KKN" ujar Daniel, Ketua Tim KKN Samara Lingsar.
Dalam sisa waktu yang sangat sedikit, mahasiswa dituntut untuk menentukan keputusan lanjutan Tim KKN mereka. Twenty, seorang mahasiswa yang dijadwalkan akan melaksanakan KKN Periode 4 ini pun menyampaikan kekesalannya,