Krjogja.com - SLEMAN - Tim dosen dan mahasiswa Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta melakukan pendampingan kepada kelompok perempuan penyandang disabilitas Avta Kebaya di Bokoharjo, Prambanan Sleman. Program ini dipimpin Amar Leina Chindany MDs dengan anggota tim Amanda Amalia Faustine Gittawati MA dan Nandang Septian MDs serta dibantu mahasiswa pendamping dari berbagai program studi desain, yakni Ayunda Regina A, Jihan Khalisa Difa dan Aditya Alwin Alwaysa.
Amar Leina Chindany mengatakan, sebagai bagian dari Program Inovasi Seni Nusantara (PISN) 2025, program melalui serangkaian pelatihan dan pembinaan berkelanjutan. "Program ini berupaya memperkuat kapasitas mitra dalam aspek desain, branding dan pemanfaatan teknologi digital secara mandiri," ujarnya, Minggu (30/11/2025).
Dijelaskan, Avta Kebaya merupakan kelompok penjahit perempuan disabilitas dari Bokoharjo, Prambanan yang selama ini menjalankan usaha secara sederhana berdasarkan pesanan. "Meski memiliki keterampilan menjahit, kelompok ini belum memiliki identitas merek yang kuat dan belum menguasai strategi promosi berbasis digital. Kondisi tersebut membuat produk mereka sulit bersaing, meskipun kualitas jahitan telah memenuhi standar pasar," katanya.
Baca Juga: Pemadaman Listrik Hari Ini Hingga 5 Desember 2025 di DIY, Cek Wilayah yang Terdampak
Melalui pendampingan ISI Yogyakarta, kegiatan dimulai dengan sosialisasi program untuk memetakan kebutuhan, karakter kelompok, dan arah pengembangan usaha. Tim kemudian memberikan pelatihan penyusunan pedoman brand Avta Kebaya meliputi konsep identitas visual, pemilihan warna, gaya fotografi, hingga cara menentukan positioning merek di tengah kompetisi industri busana. Setelah itu, peserta diperkenalkan pada aplikasi desain dan media sosial sebagai sarana promosi.
Mereka belajar membuat materi visual sederhana menggunakan perangkat digital seperti Canva, mengatur unggahan Instagram dan TikTok, serta memahami cara membangun citra produk melalui konten yang konsisten. Sedangkan Nandang Septian MDs, anggota tim menegaskan, kemampuan membuat konten kini menjadi kebutuhan dasar dalam pemasaran produk busana.
“Setelah mengikuti pelatihan, mereka sekarang mampu merancang materi promosi sendiri. Ini bukan hanya soal kemampuan teknis, tapi soal keberanian untuk memperkenalkan diri sebagai sebuah brand,” jelasnya.
Dari pihak mitra, Ketua Avta Kebaya, Sumrah mengungkapkan, pelatihan ini membuka perspektif baru tentang dunia mode. “Selama ini kami menjahit sesuai pesanan saja. Setelah belajar melihat tren warna dan model di internet, kami jadi tahu bagaimana membuat desain yang lebih menarik,” tuturnya. Dengan kapasitas baru ini, Avta Kebaya kini memiliki landasan lebih kuat untuk membangun citra merek, memperluas jaringan pasar, dan meningkatkan kemandirian perempuan disabilitas melalui jalur industri kreatif. (Jay).