SOLO, KRJOGJA.com - Para guru di Indonesia pada umumnya, terbiasa bekerja sendirian. Sehingga adanya guru kreatif dan inovatif di sekolah tidak berimbas kepada guru lain. Inilah yang mempengaruhi tingkat kualitas pendidikan kita terendah di dunia. Dr Tjipto Subadi, guru besar baru Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) mengungkapkan itu kepada wartawan, Kamis (30/8/2018).
Rendahnya kualitas pendidikan karena dalam sistem pendidikan nasional ada masalah. Kesalahan pertama berupa paradigma pendidikan yang menjadi dasar seluruh penyelenggaraan sistem pendidikan. Kemudian terkait model pembinaan guru dan strategi pembelajaran.
Prof Tjipto menunjukan data rendahnya kualitas pendidikan dari hasil penelitian yang menyebutkan dari 146.052 SD di Indonesia hanya ada 8 SD yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years Program (PYP). Di jenjang SMP, dari 20.918 sekolah yang diteliti hanya ada 8 yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Middle Years Program (MYP).
Sedangkan jenjang SMA dari 8.036 sekolah yang diteliti hanya 7 yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Diploma Program (DP). "Khusus kualitas guru yang diteliti tahun 2002-2003 menunjukkan yang layak mengajar di SD hanya 21,07 persen dari seluruh guru SD negeri dan 28,94 persen SD swasta, untuk SMP hanya 54,12 persen SMP negeri dan 60,09 persen SMP swasta, di SMA tercatat 65,29 persen guru SMA negeri dan 64,73 persen SMA swasta, serta di SMK 55,49 persen sekolah negeri dan 58,26 persen," jelasnya.
Menyinggung guru yang disebut termasuk faktor penyebab rendahnya kualitas pendidikan, guru besar FKIP ini menyatakan, idealnya guru yang kreatif dan inovatif dalam membelajarkan siswa menularkan kreativitasnya kepada guru lain.(Qom)