kampus

Penggunaan Sultanaat Ground dalam Pembangunan Jalan Tol

Jumat, 14 Juni 2024 | 22:35 WIB
Ilustrasi jalan tol (Pexels)

 

KRjogja.com - PROYEK Strategis Nasional merupakan inisiatif penting pemerintah yang dirancang untuk membangun fondasi yang kokoh bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Salah satu Proyek Strategis Nasional yang pada saat ini sedang dilaksanakan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) adalah Proyek Pembangunan Jalan Tol. Tentunya dengan pembangunan jalan tol ini harapannya ke depan dapat semakin mempercepat pertumbuhan ekonomi di wilayah DIY. Akan tetapi untuk memulai proyek pembangunan, tentu membutuhkan pengadaan tanah yang tidak sedikit. Pengadaan tanah untuk pembangunan infrastruktur adalah dengan melalui cara pembebasan lahan warga.

Salah satu jenis lahan yang terdampak tol di wilayah DIY adalah tanah dengan karakteristik khusus yaitu Sultanaat Grond atau tanah Kasultanan yang merupakan tanah milik Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Meski demikian tanah ini tidak dilepaskan atau tidak dibebaskan karena merupakan milik Keraton Jogja. Bentuk pengunaannya direncanakan dengan sistem sewa menggunakan mekanisme hak pakai dengan masa konsesi 40 (empat puluh) tahun.

Dalam salah satu kesempatan, Sri Sultan Hamengku Buwono X selaku Gubernur DIY dan juga Raja Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat mengungkapkan bahwa tidak akan mempermasalahkan keinginan pelaksana pembangunan tol yang ingin menyewa Sultanaat Grond dan Tanah Kas Desa selama 40 tahun untuk digunakan dalam pembangunan jalan tol, sesuai waktu konsesi. Bagi Sultan yang terpenting tanah Kasultanan Jogja atau Sultanaat Grond dan tanah kas desa tidak dilepas kepemilikannya. Beliau menyampaikan ada serat kekancingan yang akan digunakan sebagai dasar untuk menggunakan Sultanaat Grond untuk pembangunan jalan tol. Namun, Sri Sultan Hamengku Buwono X belum dapat memastikan ihwal perjanjian yang mendasari perikatan tersebut, apakah menggunakan perjanjian dengan akta notaris atau perjanjian antarlembaga. Mengenai ihwal besaran sewa Sultanaat Grond dan Tanah Kas Desa, Sri Sultan Hamengku Buwono X pun belum dapat menyampaikannya karena proses appraisal atau penghitungan nilai tanah dan berbagai hal yang berada di atasnya harus dilakukan.

Dari hal tersebut, penulis mencoba untuk menelaah konsep apa yang tepat digunakan dalam penggunaan Sultanaat Grond dalam pelaksanaan pembangunan jalan tol di DIY. Seperti yang kita tahu bahwa salah satu kewenangan DIY dalam urusan keistemewaan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (UUK DIY) adalah dalam hal pertanahan. Pasal 32 ayat (1) dan (2) UUK DIY, menyebutkan bahwa dalam penyelenggaraan kewenangan pertanahan, Kasultanan dinyatakan sebagai badan hukum dan merupakan subjek hak yang mempunyai hak milik atas tanah Kasultanan. Hal ini selaras dengan Pasal 21 ayat (2) UUPA bahwa Pemerintah menetapkan badan hukum yang dapat mempunyai hak milik dan syarat-syaratnya. Dengan demikian bahwa Kasultanan memang ditetapkan sebagai badan hukum yang memiliki hak milik sehingga dalam penggunaan Sultanaat Grond harus memperoleh ijin dari pihak Kasultanan.

Sedangkan apabila melihat dari Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, maka penggunaaan tanah Kasultanan dalam pembangunan jalan tol tetap harus sesuai dengan asas keadilan, asas kemanfaatan, asas kepastian, asas kesepakatan, asas keikutsertaan dan asas keselarasan. Menilik dari pemenuhan asas kesepakatan, maka dapat diartikan bahwa dalam pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol dengan menggunakan tanah Kasultanan sesuai dengan syarat sahnya perjanjian (Pasal 1320 KUHP).

Dari bentuk perjanjiannya sendiri apabila hendak dituangkan dalam akta notariil atau perjanjian antarlembaga, maka perlu dilihat terlebih dahulu mana yang lebih baik untuk digunakan. Terkait dengan akta notaris, Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 (UUJN) menerangkan bahwa akta notaris merupakan akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam undang-undang. Akta otentik tentunya memberikan suatu bukti yang sempurna tentang apa yang termuat di dalamnya. Sedangkan mengenai perjanjian antar lembaga yang disebut di atas, penulis menduga bahwa kemungkinannya adalah berupa nota kesepakatan atau yang lebih dikenal sebagai Memorandum of Understanding (MoU). MoU sendiri dapat dikatakan sebagai kesepakatan awal/pendahuluan oleh para pihak yang berisikan mengenai hal-hal yang pokok saja.

Dalam pandangan masyarakat, MoU dianggap belum merupakan suatu perjanjian, penting digunakan sebagai pegangan lebih lanjut dalam negosiasi lanjutan atau sebagai dasar untuk melakukan studi kelayakan dalam pembuatan kontrak. Oleh karena itu, menurut pandangan dari penulis, karena Sultanaat Grond merupakan hak milik sedangkan pengelolaan jalan tol di Indonesia selama ini menggunakan sistem konsesi antara pemerintah dengan pihak pembangun dan pengelola jalan tol (BUMN atau BUMS), maka alangkah baiknya apabila dalam perjanjian penggunaan Sultanaat Grond nantinya menggunakan Akta Notaris, dengan memperhatikan pokok-pokok dalam isi kontrak tersebut. Harus diterangkan Kasultanan sebagai pemilik dari tanah yang akan digunakan untuk pembangunan jalan tol, Pemerintah yang diwakili oleh kementerian terkait selaku penyewa tanah, serta badan usaha yang menjadi pembangun dan pengelola jalan tol selaku penerima konsesi pengelolaan jalan tol.

Selain itu harus tercantum juga mengenai masa sewa tanah tersebut dan hal yang terkait dengan perpanjangan masa sewa maupun akhir masa sewa tanah. Tidak kalah pentingnya adalah mengenai nominal sewa, penulis berpandangan bahwa opsi bagi hasil dari pengelolaan jalan tol adalah yang lebih realistis untuk digunakan, karena apabila menggunakan nilai appraisal tentunya tidak mencerminkan asas keadilan bagi masyarakat yang telah melepaskan hak milik atas tanahnya untuk pembangunan jalan tol sedangkan Kasultanan masih memiliki hak milik atas tanah tersebut.

Demikian pandangan dari penulis, semoga dapat memberikan pandangan untuk keputusan yang akan diambil dalam penggunaan Sultanaat Grond dalam pembangunan jalan tol di wilayah DIY. (Albertus Aditya Budi Setiawan, Mahasiswa Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada)

Tags

Terkini

Perlu 7 Pilar Fondasi Sistematik Kinerja Aset

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:20 WIB

Lagi, Dr Sihabul Millah Pimpin IIQ An Nur Yogyakarta

Sabtu, 20 Desember 2025 | 20:30 WIB

UMJ Perlu Melangkah ke Universitas Kelas Dunia

Selasa, 16 Desember 2025 | 09:15 WIB