kampus

Sawit Indonesia 'Dibunuh' Karakternya, Benarkah?

Kamis, 26 September 2024 | 20:20 WIB
Suasana dialog di MM UGM. (Harminanto)

Krjogja.com - SLEMAN - Kelapa sawit Indonesia mendapat tantangan serius tak hanya pengelolaan dan regulasi, namum juga dari kalangan internasional. Situasi ini memantik diskusi akademik di MM UGM, Kamis (26/9/2024) dalam bingkai Bedah Buku dan Diskusi bertajuk Kelapa Sawit Dalam Pembangunan Berkelanjutan : Tinjauan Sains, Ekonomi dan Lingkungan.

Dubes Yuri Octavian Thamrin, keynote speaker yang juga Dewan Pengawas Indonesia Palm Oil Strategic Studies (IPOSS), mengatakan sawit sangat penting untuk memastikan neraca perdagangan Indonesia positif. Saat ini menurut dia, sebagai contoh dengan adanya solar campur dengan sawit (bio diesel) Indonesia bisa menghemat hingga miliaran Dollar Amerika.

"Profil bisnis hulu ke hilir sawit memanfaatkan banyak pekerja. Kontribusi sawit untuk SDGs sangat besar, bagaimana menyerap pekerja hingga 14 juta dan mengurangi kesenjangan income. Memperkuat energi dan food security, juga mengurangi dampak perubahan iklim. 60-80 pohon tiap hektare kita punya 16 juta hektare lahan sawit. Kontribusi mengurangi gas rumah kaca sangat besar," ungkapnya.

Baca Juga: Kalah di Pati, Pelatih PSIM Ungkap Alasan Rotasi Banyak Pemain

Indonesia menurut Yuri harus memastikan komoditi sawit berkelanjutan, terlebih menurut dia, palm oil untuk Indonesia saat ini adalah high politic karena nilai ekonomis yang sangat besar. Yuri mengingatkan seluruh elemen untuk tegas mendukung sawit agar komoditas andalan tidak tenggelam seperti gula hingga teh pada masa sebelumnya.

"Kampanye hitam tentang sawit dan Indonesia, upaya memojokkan citra sawit Indonesia juga harus kita antisipasi. Informasi negatif sawit, ide sawit itu buruk. Dilakukan sejak lama, sistematis dan masif. Yang bicara Harrison Ford, Leonardo Dicaprio. Kita diserang untuk persoalan lingkungan hidup, kesehatan, human right dinaikkan untuk menyerang kita. Ada juga upaya memindahkan tiang gawang. Berpindah-pindah isu, sehingga menyulitkan kita menghandel black campaign. Ini murni karena persaingan dagang," tegasnya.

Sawit dinilai Yuri lebih unggul daripada penghasil minyak nabati lain seperti bunga matahari, soy bean (kedelai) dan kelapa. Sawit memiliki harga lebih murah karena menghasilkan minyak lebih banyak.

"Ice cream dengan campuran sawit lebih sulit meleleh, sabun mandi dengan sawit lebih awet. Konsumsi minyak nabati di Eropa tinggi tapi ekspor sawit kita turun. Yang mengisi ya minyak mereka dari Ceko dari negara lainnya, ini adalah murni perang dagang. Kalau Eropa memusuhi sawit itu normal karena kompetitor. Kalau warga Indonesia memusuhi sawit, tidak seharusnya. Kita harus jaga sawit kita berkelanjutan," tandasnya.

Baca Juga: Hantaru 2024, Sejuta Lebih Sertipikat Tanah Elektronik Telah Diterbitkan

Sementara, Kepala Pusat Studi Sawit ITB, Prof Budi Mulyanto, menyampaikan bahwa sawit sebenarnya berasal dari Nigeria namun menemukan rumah terbaiknya di Indonesia. Sawit menjadi anugerah untuk Indonesia, karena tumbuh sangat subur, 16,8 juta hektare, devisa pertahun 13,5 persen dari total ekspor non migas, PDB 3,2 persen hingga memberi lapangan kerja 16,2 juta orang.
"Sawit juga mendorong kemandirian energi nasional menghemat devisa 8 miliar USD pertahun juga punya multi product dengan 160 lebih produk turunan. Yang sekarang jadi persoalan ada klaim 3,4 juta hektare ada di kawasam hutan padahal itu ditanam rakyat di tanahnya sendiri. Bisnis sawit ada isu negatif, dibunuh karakternya, sejak tahun 80-an. Isu kesehatan, deforestasi, boros air, sumber emisi gas rumah kaca, HAM, menurunkan biodiversity, dan banyak lagi," lanjut dia.

Sawit disebut Budi menyumbangkan 35 persen produksi minyak nabati dunia dengan hanya menempati 10 persen lahan dari tanaman penghasil minyak nabati. Tanaman sawit juga berusia lebih lama yakni 25-30 tahun, sementara lainnya tanamam berusia setahunan.

"Terkait emisi karbon efek rumah kaca, semua makhluk berhijau daun pasti menyimpan energi, karbon dan memproduksi oksigen. Negara lain hanya 1/3 tapi kita punya 2/3 hutan masa tidak boleh kita konversi. Kita perlu sampaikan sebenarnya tentang kebaikan sawit. Kita dudukkan secara proporsional karena berkah itu hanya ada di Indonesia," tandas dia.

Baca Juga: Konsorsium Pendidikan Daerah DIY Gelar Pertemuan untuk Rumuskan Strategi Pemenuhan Kebutuhan Guru Profesional

Pakar Kehutanan dan Lingkungan, Petrus Gunarso, mengungkap rasa optimis karena adanya tiga kampus di DIY yang mau membahas terkait sawit yakni UMY, UNY dan UGM. Ia berharap dengan mahasiswa dan forum akademis membahas sawit, komoditas nomor satu Indonesia bisa semakin besar peluang keberlanjutannya.

Halaman:

Tags

Terkini

Perlu 7 Pilar Fondasi Sistematik Kinerja Aset

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:20 WIB

Lagi, Dr Sihabul Millah Pimpin IIQ An Nur Yogyakarta

Sabtu, 20 Desember 2025 | 20:30 WIB

UMJ Perlu Melangkah ke Universitas Kelas Dunia

Selasa, 16 Desember 2025 | 09:15 WIB