kampus

Lulusan Vokasi Makin Berperan Dalam Meminimalisir Pengangguran

Sabtu, 30 November 2024 | 19:07 WIB
Bincang Santai dengan Media terkait “Kondisi Tenaga Kerja Lulusan Pendidikan Vokasi di Indonesia” .

Jika melihat pada lapangan usahanya, lulusan SMK paling banyak bekerja pada sektor perdagangan dan industri. Sementara itu, menurut jenis pekerjaannya, lulusan SMK juga mengalami peningkatan baik untuk pekerja pekerjaan white collar maupun blue collar. White collar mengacu pada para pekerja kantoran yang umumnya bekerja di lingkungan kantor, melakukan tugas-tugas administratif atau manajerial. Sedangkan blue collar merupakan sebutan untuk pekerja yang berkaitan dengan tugas-tugas fisik, tetapi tidak membutuhkan kualifikasi khusus.

Peningkatan pada jenis pekerjaan white collar seperti tenaga profesional maupun teknisi pada lulusan SMK sudah mulai terjadi sejak tahun 2022 lalu. Peningkatan ini mengindikasikan bahwa lulusan SMK juga kian diperhitungkan di industri tidak hanya sebagai pekerja kasar melainkan sebagai tenaga profesional maupun teknisi dan sejenisnya.

Jenis pekerjaan white collar juga mendominasi lulusan PTV dengan lapangan usaha yang banyak bergerak di bidang kesehatan, perdagangan, dan pemerintahan di urutan tiga teratas.

Selain itu, baik lulusan SMK maupun lulusan PTV juga lebih banyak bekerja di sektor formal. Dengan demikian lulusan vokasi memiliki stabilitas pendapatan dan perlindungan sosial yang lebih terjamin. Termasuk berkontribusi terhadap negara melalui penerimaan pajak.

Masih berdasarkan hasil Sakernas Agustus 2024, masa tunggu lulusan vokasi, baik SMK maupun PTV juga relatif singkat. Secara umum, lulusan vokasi, baik SMK maupun PTV, memiliki waktu tunggu antara 0—2 bulan.

Pelaksana Tugas (Plt.) Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi, Tatang Muttaqin, pada kesempatan yang sama mengatakan bahwa pendidikan vokasi merupakan salah satu fokus utama dalam RPJMN IV 2020-2024. Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi, menurut Tatang, memiliki sejumlah program untuk mendorong pembelajaran yang unggul dan relevan, mulai dari Dana Padanan, Dana Kompetitif, Teaching Factory (Tefa), SMK Pusat Keunggulan, dan sebagainya.

Baca Juga: PSIM Ingin Lepas Beban Dua Laga Lawan Nusantara United, Beberapa Pemain Terancam Menepi

“Meskipun laporan BPS ini fluktuatif, tapi untuk beberapa hal seperti pengangguran lulusan vokasi, kita melihat adanya penurunan secara konstan. Ini menunjukkan adanya dampak dari program-program tersebut,” ujar Tatang.

Pada kesempatan tersebut, Tatang juga menyoroti terkait pelaksanaan Tefa yang mampu mendorong kebekerjaan lulusan vokasi. Menurutnya, dengan Tefa di mana para siswa dapat belajar dalam kondisi yang menyerupai lingkungan industri, baik dalam prosedur maupun standar yang digunakan, telah mendorong para peserta didik untuk jauh lebih siap menghadapi dunia kerja, utamanya dari sisi soft skills yang selama ini dinilai menjadi persoalan lulusan vokasi.

“Berdasarkan data Rapor Pendidikan pada indikator Kualitas Pembelajaran dalam Teaching Factory, setidaknya terdapat 11.514 SMK (84,50%) berada pada kategori Baik dan Sedang,” kata Tatang.

Selain itu, menurut Tatang, pembelajaran Tefa yang berorientasi atau berbasis produk mendorong SMK bisa mengembangkan diri menjadi Badan Layanan Umum (BLU), termasuk melaksanakan usaha hilirisasi produk barang dan jasa secara terpadu antara SMK dan DUDI. (Ati)

Halaman:

Tags

Terkini

Perlu 7 Pilar Fondasi Sistematik Kinerja Aset

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:20 WIB

Lagi, Dr Sihabul Millah Pimpin IIQ An Nur Yogyakarta

Sabtu, 20 Desember 2025 | 20:30 WIB

UMJ Perlu Melangkah ke Universitas Kelas Dunia

Selasa, 16 Desember 2025 | 09:15 WIB