Krjogja.com - JAKARTA - Memberikan mainan untuk anak bukan hanya sekadar untuk mengalihkan perhatian saat rewel atau menangis. Mainan juga bisa dijadikan sebagai media pembelajaran untuk stimulasi tumbuh kembang anak. Lalu, bagaimana cara memilih mainan yang tepat untuk anak?
Pemilihan mainan tentunya bisa dilihat dari berbagai aspek, namun utamanya adalah kesesuaian karakteristik mainan dengan usia perkembangan anak. Menurut Putri Langka, MSi., Psikolog dari Universitas Pancasila, mainan dibutuhkan untuk memberikan stimulasi pada anak dalam mengembangkan kemampuan kognitif, motorik dan juga afektif.
Contohnya permainan puzzle cocok untuk diberikan pada anak-anak untuk menstimulasi kemampuan kognitifnya dalam mengingat, membuat perencanaan, berpikir sistematis, mempertahankan konsenyrasi dan lain-lain. Mainan juga dapat menstimulasi anak mengembangkan keterampilan motorik halus, dan juga membantu anak melatih kesabaran dan daya tahan dalam menyelesaikan masalah. Oleh karena itu penting bagi orang tua untuk memahami guna/ karakteristik mainan sebelum memberikan kepada anak.
"Pemilihan mainan juga perlu mempertimbangkan faktor keamanan, misalnya apakah bisa berbahaya bagi anak atau tidak. Kita perlu mewaspadai bahan yang digunakan untuk membuat mainan, juga bentuknya seperti adakah sudut yang tajam, apakah terlalu kecil sehingga bisa tertelan, dan lain sebagainya," kata Putri yang juga seorang dosen pada Liputan6.com, Sabtu, 3 Desember 2022.
Pertimbangan berikutnya dalam memilih mainan tentunya dari segi harga. Menurut Putri, tidak perlu membelikan mainan yang sangat mahal kalau tujuannya untuk memberi stimulasi pada anak. Walaupun orangtua perlu tahu tren permainan anak, namun bukan berarti harus selalu mengikuti tren. Mainan juga bisa diciptakan dari benda-benda yang ada disekitar. Saat ini sudah banyak video tutorial atau video DIY, yang dapat dipelajari orangtua untuk menciptakan mainan anak.
Kemajuan teknologi yang pesat membuat banyak permainan bisa diciptakan dan dimainkan melalui gadget atau gawai, sehingga gawai sudah menggantikan banyak sekali mainan karena anak-anak dan remaja cenderung tertarik dengan hal-hal yang dinamis. "Hal ini memang membuat pamor mainan menjadi berkurang, tapi menyodorkan gawai terlalu dini pada anak bukanlah sebuah keputusan yang bijak," kata Putri.
Permainan dalam gawai memang bisa menstimulasi perkembangan kognitif anak, namun perlu diingat bahwa stimulasi motorik dan afektif juga penting. Oleh karena itu tidak akan maksimal pertumbuhan anak apabila hanya bermain gawai.
"Anak perlu mempelajari motorik kasar seperti belari, melompat, memanjat dan lain-lain Bermain bersama anak-anak yang lain juga akan membantu anak mengasah keterampilan sosial dan regulasi emosinya," terang Putri yang merupakan Psikolog Klinis sekaligus Konsultan SDM ini.
Jadi, orangtua juga perlu mendorong diri untuk lebih aktif dan kreatif. Orangtua perlu memahami bahwa gawai dan mainan hanyalah sebuah sarana anak untuk belajar. Hal yang lebih penting adalah bagaimana orangtua bermain bersama anak dan cara orangtua mengarahkan anak dalam bermain.
Faktor Usia
"Saat orangtua melibatkan anak dalam proses bermain justru akan menjadi waktu yg tepat bagi orangtua dan anak untuk berkomunikasi sambil mengajarkan nilai-nilai moral, kemanusiaan serta sosial pada anak. Menyediakan waktu bermain akan meningkatkan kualitas kedekatan antara orangtua dan anak," tutur Putri.
Sementara itu, Psikolog Klinis Anak dan Keluarga, Anna Surti Ariani, S.Psi., M.Si., juga punya sejumlah tips memilih mainan untuk anak. Pada dasarnya untuk bisa memilih mainan anak ada beberapa hal yang dapat kita pertimbangkan.
Menurut Anna Surti Ariani atau biasa disapa Nina, salah satunya adalah faktor usia, agar sesuai dengan tahap tumbuh kembang anak, baik itu dari sisi perkembangan fisik-motorik, kognitif, maupun sosioemosional. Untuk konkretnya seperti berikut ini:
1. Bahan: apakah bahan mainan tersebut aman untuk anak, misalnya cat tidak beracun
2. Besar-kecilnya bagian mainan: biasanya mainan yang punya bagian-bagian kecil tidak diberikan kepada anak kecil yang masih sering memasukkan apapun ke dalam mulut.