Dalam penelitian lainnya dilaporkan bahwa menguap merupakan salah satu kebiasaan yang memiliki kemampuan “menggiring†secara tidak sadar, sama seperti ketika burung terbang dan mengepakkan sayapnya secara bersama-sama.
Teori lain berhipotesis bahwa jika seseorang menguap karena “tertular†orang lain, ini bisa membantu seseorang mengomunikasikan tingkat kewaspadaan mereka sekaligus mengoordinasikan waktu tidur.
orang lain dengan menguap, dan akan dibalas dengan menguap juga sebagai sinyal bahwa mereka setuju.
Pada dasarnya, jika salah seorang memutuskan untuk tidur, mereka akan mengatakannya kepada orang lain dengan menguap, dan akan dibalas dengan menguap juga sebagai sinyal bahwa mereka setuju.
Molly Helt, peneliti dari psikologi klinis di University of Connecticut, Storrs, mengatakan, menguap dapat membantu dokter mendiagnosis perkembangan gangguan kesehatan pada seseorang. Menguap juga bisa membantu dokter untuk lebih memahami bagaimana seseorang berkomunikasi dan terhubung dengan orang lain.
“Penularan emosional adalah insting alami yang dimiliki semua manusia. Menguap mungkin termasuk salah satunya,†kata Molly.
Inspirasi dari penelitian ini datang ketika ia mencoba untuk membersihkan telinga anaknya yang mengidap autisme. Ia berulang kali menguap di depan si anak, berharap anaknya juga menguap. Tapi anaknya tidak pernah menguap balik.
“Fakta bahwa anak autis tidak melakukannya bisa berarti mereka benar-benar tidak merespons hubungan emosi di sekitar mereka,†paparnya.