Begini, Masukan IKPI Terhadap Aturan Pelaksana UU Ciptaker

Photo Author
- Senin, 23 November 2020 | 10:21 WIB
Ruston Tambunan menyampaikan masukan terkait Rancangan Peraturan Pelaksana  Undang-Undang Cipta Kerja dalam acara sosialisasi UU Cipta Kerja Kaster Kemudahan Berusaha Bidang Perpajakan yang digelar IKPI secara virtual. (Istimewa)
Ruston Tambunan menyampaikan masukan terkait Rancangan Peraturan Pelaksana Undang-Undang Cipta Kerja dalam acara sosialisasi UU Cipta Kerja Kaster Kemudahan Berusaha Bidang Perpajakan yang digelar IKPI secara virtual. (Istimewa)

JAKARTA, KRJOGJA.com - Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) menyampaikan sejumlah masukan terhadap Rancangan Peraturan Pelaksana (Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri Keuangan) Undang-Undang Cipta Kerja Kaster Kemudahan Berusaha Bidang Perpajakan.

Wakil Ketua Umum IKPI Ruston Tambunan,dalam acara sosialisasi UU Cipta Kerja Kaster Kemudahan Berusaha Bidang Perpajakan yang digelar IKPI secara virtual, Minggu (22/11/2020) mnjlaskan terkait Pasal 111 Undang-Undang Cipta Kerja mengenai Perubahan Beberapa Ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh), Pasal 2 ayat (4) huruf c disebutkan bahwa ketentuan lebih lanjut tentang persyaratan yang harus dipenuhi oleh seorang WNI yang berada di luar Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan untuk dikategorikan sebagai Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN) akan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK).

Dia menjelaskan sehingga perlu dimasukkan dalam PMK mengenai penerapan “tie breaker rule” mengacu pada P3B (Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda) dengan negara mitra dalam hal terjadi kependudukan ganda, dan penerapannya sebaiknya dapat dilakukan secara self-assessment, tidak menunggu ditentukan oleh Direktorat jenderal pajak (DJP) dalam hal ini Kantor Pelayanan Pajak (KPP).

“Perlu diatur secara tegas bahwa apabila seorang WNI telah memenuhi persyaratan untuk dikategorikan statusnya sebagai SPLN, maka perlakuan pemajakan atas penghasilan di Indonesia dipersamakan dengan SPLN WNA sesuai dengan prinsip non diskriminatif,” kata Ruston Tambunan.

Terkait Pasal 4 ayat (1) huruf d tentang kriteria keahlian tertentu WNA – SPDN yang dikenai PPh hanya atas yang diterima atau diperoleh di Indonesia dan berlaku empat tahun sejak menjadi SPDN, IKPI memberi masukan sebaiknya tenaga ahli tertentu WNA tersebut dibatasi pada keahlian yang nyata-nyata masih dibutuhkan di Indonesia, misalnya di bidang engineering dan IT tertentu.

“Keahlian khusus tersebut hendaknya dibuktikan dengan sertifikasi keahlian dari lembaga yang berwenang di negara asalnya, dan perlu adanya mekanisme kewajiban pelaporan semacam pembuktian bahwa transfer of skill tersebut benar-benar dilakukan dalam kurun waktu empat tahun,” papar Ruston.

Mengenai Pasal 4 ayat (3) huruf f angka 10 yang mengatur ketentuan tentang dividen dan penghasilan, IKPI mengusulkan sebaiknya dibedakan antara kriteria dan jangka waktu investasi untuk dividen yang diperoleh oleh WP Orang Pribadi dari dalam negeri dengan investasi atas dividen yang berasal dari luar negeri dan penghasilan setelah kena pajak dari BUT (Bentuk Usaha Tetap) di LN.

Selanjutnya untuk Pasal 26 ayat (1b) huruf f angka 10 mengenai tarif 20% dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan bunga, termasuk diskonto, premium dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang, masukan IKPI penurunan tarif PPh Pasal 26 atas bunga sebaiknya dikaitkan dengan jangka waktu pinjaman, serta tidak lebih rendah dari 10% merujuk pada berbagai tarif withholding tax atas bunga pada P3B Indonesia dengan negara-negara mitra.

“Penurunan tarif tersebut dapat dibatasi hanya berlaku terhadap pembayaran imbalan bunga kepada pihak luar negeri yang tidak bersedia dilakukan pemotongan PPh Pasal 26, sehingga menjadi tanggungan penerima pinjaman,” kata Ruston.

Perkuat Perekonomian

Dalam acara ini, Direktur P2Humas Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama jugga mengungkapkan, lahirnya Undang-Undang Cipta Kerja Klaster Kemudahan Berusaha di Bidang Perpajakan merupakan salah satu upaya pemerintah untuk memperkuat perekonomian Indonesia. Apalagi dalam beberapa tahun terakhir ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya “mentok” di kisaran 5%.

Selain itu, klaster Kemudahan Berusaha di Bidang Perpajakan juga merupakan upaya untuk mendorong investasi di tengah kondisi perlambatan ekonomi dunia agar dapat menyerap tenaga kerja seluas-luasnya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: tomi

Tags

Rekomendasi

Terkini

Realisasi APBN Hingga November 2025 Tetap Terjaga

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:15 WIB

BMM Salurkan Bantuan untuk Penyintas Bencana di Sumatera

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:20 WIB

Layanan Dan Jaringan CIMB Niaga Pada Nataru Ready

Sabtu, 13 Desember 2025 | 18:55 WIB

Mau Spin Off, CIMB Niaga Siapkan Tiga Tahapan Ini

Jumat, 12 Desember 2025 | 07:38 WIB

F30 Strategi Bisnis Baru CIMB Niaga

Kamis, 11 Desember 2025 | 18:52 WIB

Hingga 2025, Ada 146 Bank Telah DIlikuidasi LPS

Sabtu, 6 Desember 2025 | 18:00 WIB

Penyaluran BLT Kesra Sudah Mencapai 75 Persen

Jumat, 5 Desember 2025 | 19:05 WIB
X