Krjogja.com - Jakarta - Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae mengatakan, penarikan dana organisasi yang dilakukan Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah dari PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) merupakan masalah komunikasi antara nasabah dan banknya. Serta ini merupakan fenomena yang terjadi ini masih terbilang normal terjadi antara bank dan nasabahnya.
"Saya kira memang orang menyimpan dan menarik suatu fenomena yang sebetulnya biasa ya," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (10/6). Adanya kejadian ini, Dian mengingatkan kepada bank-bank di tanah air untuk memenuhi kecukupan likuiditasnya.
"Tentu kita hanya ingin memastikan kepada bank-bank yang mengalami hal itu untuk memenuhi kecukupan. Jadi kalau ada orang misalnya menyimpan Rp 1 triliun ya tentu juga harus siap-siap untuk suatu-suatu juga penarikan itu bisa terjadi ya," ujar Dian.
Baca Juga: Target SBR013T2 dan SBR013T4 Hingga Rp 20 Triliun
Dikatakan, walaupun ada penarikan dana tersebut, saat ini likuiditas BSI masih memadai. Sehingga tidak perlu adanya kekhawatiran dengan adanya penarikan dana dari Muhammadiyah. "Sehingga tentu manajemen likuiditas, manajemen risiko itu harus tetap dipertahankan gitu dan kalau kita melihat sejauh ini BSI ini kan masih sangat liquid ya dan tidak ada isu yang perlu dikhawatirkan sebetulnya dengan masalah penarikan dana ini," ujarnya.
Dian juga mengatakan, tidak ikutan campur dalam masalah ini. Menurutnya, ini tanggung jawab dari manajemen bank dan pemegang saham perseroan."Saya kira memang ini di luar konteks kita ya tentu saja itu adalah tugas manajemen dan saya kira itu tugas juga pemegang saham pengendali ya untuk melakukan semacam komunikasi yang lebih baik, lebih intens yang sebetulnya ini biasa saja harus dilakukan oleh semua bank terhadap nasabahnya," kata Dian.
Baca Juga: Digagas Dinas Pariwisata DIY, Pelatihan dan Sertifikasi Pewarnaan Tingkatkan Daya Saing Pembatik
Dian hanya mendorong agar pihak bank dan nasabah untuk segera menyelesaikan masalah ini dan mendorong agar komunikasi antar kedua belah pihak terus ditingkatkan. "Kita hanya mengikuti mendorong saja agar persoalan-persoalan yang terkait dengan masalah persepsi ini kemudian bisa diselesaikan dengan sebaik-baiknya dan saya kira komitmen kita untuk sama-sama memajukan bank syariah dan juga merupakan komitmen bersama," pungkasnya.
Mengenai dampaknya, Dian menjelaskan menurut ketentuan POJK dan UU P2SK yaitu ingin melihat perkembangan perbankan syariah ke depan bisa lebih dipercepat. Sehingga, OJK justru ingin adanya bank syariah terbesar seperti BSI dan bisa bersaing bersama secara sehat.
Baca Juga: Digagas Dinas Pariwisata DIY, Pelatihan dan Sertifikasi Pewarnaan Tingkatkan Daya Saing Pembatik
Sementara itu, kinerja industri perbankan per April 2024 tetap resilien dan stabil didukung oleh tingkat profitabilitas (ROA) sebesar 2,51 persen (Maret 2024: 2,62 persen) dan NIM sebesar 4,56 persen (Maret 2024: 4,59 persen). Permodalan (CAR) perbankan masih di level yang relatif tinggi yaitu sebesar 25,99 persen (Maret 2024: 25,96 persen), menjadi bantalan mitigasi risiko yang solid di tengah kondisi ketidakpastian global.
Dari sisi kinerja intermediasi, pada April 2024, secara mtm kredit mengalami peningkatan sebesar Rp 66,05 triliun, atau tumbuh sebesar 0,91 persen mtm. Adapun secara tahunan, kredit melanjutkan catatan double digit growth sebesar 13,09 persen (yoy) menjadi Rp7.310,7 triliun. Berdasarkan jenis penggunaan, Kredit Investasi tumbuh tertinggi yaitu sebesar 15,69 persen yoy. Sementara itu, secara nominal yang terbesar adalah Kredit Modal Kerja yang mencapai sebesar Rp3.319,15 triliun.
Baca Juga: Kandang Ndeso Farm Depok Wonolelo, Sapi 'Satrio Bimo' Dipilih untuk Kurban Presiden Jokowi
Ditinjau dari kepemilikan bank, Bank BUMN menjadi pendorong utama pertumbuhan kredit yaitu tumbuh sebesar 15,42 persen yoy. Penyaluran kredit yang cukup signifikan tersebut melanjutkan tren pertumbuhan kredit sejak periode sebelumnya dan searah dengan target pertumbuhan tahun 2024. Tren pertumbuhan kredit yang baik ini menunjukkan dukungan dan komitmen perbankan yang tinggi dalam mendukung pertumbuhan ekonomi.
Sejalan dengan pertumbuhan kredit, Dana Pihak Ketiga (DPK) juga mengalami pertumbuhan positif. Pada April 2024, DPK tercatat tumbuh sebesar 0,60 persen mtm atau meningkat sebesar 8,21 persen yoy (Maret 2024: 7,44 persen yoy) menjadi Rp 8.653 triliun, dengan giro menjadi kontributor pertumbuhan terbesar yaitu 11,81 persen yoy.