Mempersiapkan dana pendidikan sejak dini menjadi krusial untuk menjamin akses pendidikan berkualitas bagi anak.
Sebagai contoh, biaya masuk sekolah SD di salah satu sekolah national plus ternama senilai Rp 25 juta pada tahun 2014, kini dapat mencapai sekitar Rp 80 juta di 2024. Selain itu, rata-rata kenaikan biaya sekolah dasar (SD) mencapai 12,6% per tahun dalam rentang 2018–2024.
Namun, di saat yang sama, kenaikan gaji orang tua hanya sekitar 2,6% per tahun. Artinya, kenaikan biaya pendidikan anak hampir 5x lebih cepat daripada pertumbuhan penghasilan.
Selain memastikan kebutuhan jangka pendek terpenuhi, banyak orang tua juga mulai memikirkan kebutuhan jangka panjang — misalnya membelikan aset seperti rumah agar kelak anak tetap memiliki tempat tinggal yang layak dan nyaman, tanpa harus terbebani biaya yang kian tinggi di masa depan.
Baca Juga: Anton Fase Dikenalkan, Ungkap Alasan Ini Bersedia Gabung PSIM
Walau demikian, terjadi kenaikan yang signifikan pada harga properti yang tercermin dari Indeks Harga Properti Perumahan (IHPP) yang mengalami peningkatan menjadi 110,9% di tahun 2025, dari 102,11% pada 2021. Nilai properti yang terus naik ini akan membuat pembelian properti untuk anak semakin sulit diakses jika tidak direncanakan dari jauh hari.
Tak hanya biaya pendidikan dan properti, biaya-biaya terkait gaya hidup juga terus membumbung. Misalnya untuk liburan, yang telah menjadi bagian penting dalam menjaga kualitas hidup keluarga.
Contoh termudahnya adalah harga tiket pesawat yang melambung seperti tiket pesawat pulang-pergi Jakarta–Singapura yang semula sekitar Rp4 juta di tahun 2022 naik menjadi Rp6 juta di 2025. Sementara tiket Jakarta–Jepang naik dari Rp6,8 juta menjadi Rp13 juta dalam periode yang sama. Bahkan biaya untuk ibadah seperti umrah pun mengalami kenaikan, dari Rp29 juta pada 2022 menjadi sekitar Rp34 juta pada 2024.
Baca Juga: Pertandingan Heroik! PSG Jungkalkan Tottenham, Angkat Trofi Piala Super UEFA Lewat Adu Penalti
Jika tren ini berlanjut, maka nilai uang yang disiapkan bisa kehilangan separuh kekuatannya dalam beberapa tahun mendatang, dan kekuatan daya beli akan berkurang. Tabungan yang terasa cukup saat ini, belum tentu mampu mengimbangi naiknya kebutuhan anak dan keluarga di masa mendatang.
Inflasi dan Ketidakpastian
Vivin Arbianti Gautama, Chief Customer Marketing Officer Prudential Syariah, mengatakan mempersiapkan masa depan keluarga bukan hanya tentang apa hadiah yang kelak ditinggalkan, tetapi memastikan hadiah yang orang tua siapkan hari ini tetap bernilai bahkan bertumbuh di tengah inflasi dan ketidakpastian.
"Kehadiran kita saat ini adalah hadiah berharga bagi keluarga, namun karena risiko hidup bisa datang kapan saja, penting menyiapkan perlindungan sejak dini yang mampu menjaga nilai dan tumbuh seiring waktu, agar apa yang kita upayakan hari ini tetap memberi arti bagi orang-orang tersayang, bahkan setelah kita tiada," tutur dia.
Baca Juga: Kemenag dan BPH Tinjau Kesiapan Embarkasi Haji DIY
Ketika bicara soal mempersiapkan masa depan, sebagian besar dari orang mungkin langsung terpikir tentang menabung, menyekolahkan anak setinggi-tingginya, atau memiliki aset seperti rumah.