Selain itu, ia menyiapkan mekanisme pengawasan ketat terhadap penyerapan anggaran kementerian. Setiap satuan kerja yang lambat akan diminta memberikan penjelasan terbuka. “Sebulan sekali kita jumpa pers. Kalau penyerapan jelek, mereka harus jelaskan ke publik di samping saya,” katanya.
Ia juga berencana mengirim tim ke kementerian atau lembaga yang kesulitan menyusun program. Tujuannya agar dana bisa segera digunakan, bukan mengendap di kas negara. “Anggaran dari tahun ke tahun itu sama saja, tapi dampaknya minim. Kita harus pastikan benar-benar terserap,” ujar Purbaya.
Baginya, langkah-langkah cepat ini bukan sekadar administrasi, melainkan upaya untuk menyalakan kembali mesin ekonomi yang sempat padam. Jika fiskal dan moneter berjalan serempak, ia optimistis pertumbuhan ekonomi bisa terdorong signifikan.
Target 6% dan Reformasi Investasi
Soal target, Purbaya berani menaruh angka ambisius: pertumbuhan ekonomi 6 persen. Banyak pihak menilai itu berlebihan. Namun ia menolak disebut sombong. “Zaman SBY sektor swasta hidup, bisa 6 persen. Zaman Jokowi, pemerintah mendorong sekitar 5 persen. Kalau dua-duanya hidup, pasti lebih dari itu,” ujarnya.
Ia menekankan, tugas pemerintah bukan mengontrol seluruh agen ekonomi, melainkan menciptakan kondisi agar pelaku usaha bisa bergerak. “Ekonomi digerakkan oleh otak-otak para pelaku. Tugas pemerintah memastikan lingkungan kondusif,” katanya.
Tak hanya itu, Purbaya juga menyentuh isu investasi. Ia mengingatkan pengalamannya sebagai wakil ketua tim debottlenecking investasi, yang berhasil menyelesaikan lebih dari 190 kasus dengan nilai mencapai ratusan triliun rupiah.
Jika diberi kewenangan, ia siap membentuk tim serupa di Kementerian Keuangan untuk memecahkan hambatan investasi. “Kalau kementerian lain tidak mau, ya saya kerjakan saja. Yang penting investasi jalan,” tegasnya.
Optimisme itu menutup pemaparannya di hadapan Komisi XI. Ia meminta restu parlemen untuk menjalankan strategi menghidupkan kembali mesin ekonomi, sambil menjaga agar kesalahan masa lalu tidak lagi terulang. (*)