JAKARTA (KR) -Bank Indonesia (BI) mempertahankan tingkat suku bunga acuan BI-Rate sebesar 4,75 persen, suku bunga Deposit Facility sebesar 3,75 persen , dan suku bunga Lending Facility sebesar 5,50 persen.
Keputusan ini konsisten dengan fokus kebijakan jangka pendek pada stabilisasi nilai tukar rupiah dan menarik aliran masuk investasi portofolio asing dari dampak meningkatnya ketidakpastian global, dengan tetap memperkuat efektivitas transmisi pelonggaran kebijakan moneter dan makroprudensial yang telah ditempuh selama ini.
“Ke depan, Bank Indonesia akan terus mencermati ruang penurunan suku bunga BI-Rate lebih lanjut dengan prakiraan inflasi 2025 dan 2026 yang terkendali dalam sasaran 2,5±1 persen, serta perlunya untuk turut mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo, di Jakarta, Rabu (19/11).
Baca Juga: Perkuat Adopsi Digital UMKM, WhatsApp adakan Pelatihan di Tiga Kota yang dimulai dari Yogyakarta
Dikatakan, pelonggaran kebijakan makroprudensial diperkuat dengan meningkatkan efektivitas implementasi pemberian likuiditas kepada perbankan dalam mempercepat penurunan suku bunga dan kenaikan pertumbuhan kredit/pembiayaan ke sektor riil khususnya sektor-sektor prioritas Pemerintah.
Kebijakan sistem pembayaran tetap diarahkan untuk turut mendorong pertumbuhan ekonomi melalui perluasan akseptasi pembayaran digital, penguatan struktur industri sistem pembayaran, dan peningkatan daya tahan infrastruktur sistem pembayaran.
Selain itu, Bank Indonesia terus memperluas kerja sama internasional di area kebanksentralan, termasuk konektivitas sistem pembayaran dan transaksi menggunakan mata uang lokal, serta fasilitasi penyelenggaraan promosi investasi dan perdagangan di sektor prioritas bekerja sama dengan instansi terkait.
Bank Indonesia juga terus mempererat sinergi kebijakan dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk menjaga stabilitas sistem keuangan. Sinergi kebijakan Bank Indonesia dengan Pemerintah diperkuat untuk menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi sejalan dengan program Asta Cita Pemerintah.
Ketidakpastian pasar keuangan global kembali meningkat di tengah terjadinya temporary government shutdown dan arah suku bunga kebijakan moneter Amerika Serikat (AS). Pertumbuhan ekonomi AS masih melambat akibat berlanjutnya dampak tarif dagang AS dan sempat berhentinya aktivitas Pemerintah yang terlama sepanjang sejarah yang berdampak pada tetap lemahnya kondisi ketenagakerjaan AS.
Perlambatan ekonomi juga terjadi di Jepang, Tiongkok, dan India akibat permintaan domestik yang belum kuat. Sementara itu, ekonomi Eropa tumbuh lebih tinggi dari prakiraan akibat realisasi pertumbuhan di triwulan III 2025 yang ditopang oleh peningkatan konsumsi rumah tangga dan investasi seiring pelonggaran kebijakan moneter. Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2025 diprakirakan tetap sekitar 3,1 persen.
Baca Juga: Dukung Asta Cita Presiden, PNM Salurkan Beasiswa untuk Masa Depan Pendidikan Anak Nasabah
Dari pasar keuangan, ketidakpastian kembali meningkat dipengaruhi oleh penurunan suku bunga kebijakan bank sentral AS yang dinilai pasar lebih berhati-hati (less dovish). Kebijakan tarif yang menahan penurunan inflasi AS serta kondisi pasar tenaga kerja yang belum kuat akibat kebijakan imigrasi dan berhentinya aktivitas Pemerintah di AS diprakirakan mendorong the Fed menahan penurunan Fed Funds Rate (FFR) di sisa tahun 2025. Aliran modal global ke komoditas emas dan aset keuangan AS sebagai safe haven assets terus berlanjut sehingga mendorong peningkatan harga emas dan penguatan indeks mata uang dolar AS (DXY).
Sementara itu, aliran modal ke emerging market (EM) lebih terbatas ke pasar saham. Perkembangan ini memerlukan kewaspadaan dan penguatan respons kebijakan untuk memitigasi dampak rambatan global, menjaga ketahanan eksternal, serta mendorong pertumbuhan ekonomi di dalam negeri dengan tetap menjaga stabilitas.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap baik dan perlu terus ditingkatkan agar sesuai dengan kapasitas perekonomian. Ekonomi Indonesia pada triwulan III 2025 tumbuh 5,04 persen (yoy), ditopang oleh kinerja ekspor yang tetap baik serta konsumsi Pemerintah yang meningkat seiring percepatan belanja Pemerintah.