KRjogja.com - JAKARTA - Ruang sidang Komisi XI DPR RI, Rabu siang (10/9/2025), berubah menjadi panggung yang menarik perhatian. Menteri Keuangan baru, Purbaya Yudhi Sadewa, tampil untuk pertama kalinya di hadapan para legislator. Berbeda dengan pejabat kebanyakan yang kerap hanya membaca teks pidato, Purbaya memilih gaya bicara lepas, penuh improvisasi, dan tanpa tedeng aling-aling.
Ia bahkan langsung membuka dengan pernyataan yang berisiko memancing kontroversi. “Mungkin beberapa kalangan akan tersinggung, dan saya minta maaf kalau ada yang tersinggung. Tapi ini langkah untuk memperbaiki ekonomi kita,” ucapnya. Kalimat itu sontak membuat ruangan hening beberapa detik, sebelum akhirnya para anggota dewan kembali fokus pada penjelasan panjang yang ia paparkan.
Purbaya mengakui dirinya sempat bingung jika hanya diminta membaca pidato. “Saya baca, dia baca, semua baca. Jadi seperti lomba membaca saja,” ujarnya sambil disambut tawa kecil sebagian anggota. Namun, gaya santainya tidak mengurangi bobot dari isi paparannya yang sarat kritik dan analisis.
Baca Juga: Profil Purbaya Yudhi Sadewa, Alumni ITB yang Kini Jadi Menteri Keuangan Pengganti Sri Mulyani
Suasana sidang kemudian berubah serius ketika Purbaya mulai masuk ke topik inti: mengapa ia dipilih Presiden Prabowo sebagai Menteri Keuangan, dan apa program nyata yang akan ia jalankan. “Apa Presiden salah tunjuk? Saya kira tidak. Karena sejak 2000 saya sudah menjadi ekonom dan ikut memberi masukan ke banyak pemerintahan,” tegasnya.
Dari sinilah, penjelasan panjang Purbaya bermula. Ia tidak hanya bicara soal rencana, tapi juga menguraikan pengalaman panjangnya dari krisis ke krisis, hingga kesalahan kebijakan ekonomi yang menurutnya kerap berulang di Indonesia.
Jejak Panjang Seorang Ekonom
Purbaya kemudian mengisahkan perjalanan kariernya. Setelah menamatkan pendidikan tinggi di bidang ekonomi, ia kembali ke Indonesia pada awal 2000-an dan langsung bekerja di sektor keuangan. Tahun 2002, ia terlibat memberi masukan kepada tim ekonomi SBY melalui Brighton Institute.
Baca Juga: Purbaya Yudhi Sadewa Jadi Menteri Keuangan, Didik Madiyono Jabat Plt Ketua Dewan Komisioner LPS
Kariernya semakin menanjak ketika pada 2010 ia ditunjuk sebagai staf khusus Hatarto Jasa, lalu pada 2015 masuk ke Kantor Staf Presiden (KSP) di era Joko Widodo. Ia juga kerap diminta memberikan saran dalam situasi genting. “Bagaimana mengelola ekonomi itu bukan barang baru bagi saya,” tegasnya, sambil menekankan pengalaman panjang yang ia bawa ke kursi Menkeu.
Ia menyinggung pula bahwa sejak krisis Asia 1997–1998, dirinya sudah belajar banyak hal. Kala itu, ia yang masih menempuh pendidikan di luar negeri melihat Indonesia terpuruk lebih dalam dibanding negara-negara tetangga. “Saya pelajari betul, mengapa Thailand atau Korea bisa bangkit lebih cepat, sementara kita justru hancur,” ujarnya.
Pengalaman itu membentuk cara pandangnya dalam melihat ekonomi. Purbaya mengaku bukan hanya sekadar akademisi, melainkan praktisi yang ikut menjadi bagian dari pengambilan keputusan di berbagai pemerintahan. Ia sadar, tugas barunya bukan sekadar menyusun anggaran, tetapi menghidupkan kembali mesin ekonomi yang belakangan terasa tersendat.
Pernyataan-pernyataan ini seolah menjadi pengantar bagi kritik tajam yang ia lontarkan di sesi berikutnya, mengenai kesalahan fatal kebijakan moneter di masa lalu.
Belajar dari Krisis: 1998, 2008, dan Pandemi
Salah satu bagian paling menarik dari pemaparan Purbaya adalah refleksi atas tiga momentum besar: krisis 1997–1998, krisis global 2008, dan pandemi COVID-19. Baginya, setiap krisis memberikan pelajaran berharga tentang kesalahan yang jangan sampai diulangi.