Tradisi Kirab Budaya Rutin Tiap 1 Muharam di Kecamatan Selo

Photo Author
- Selasa, 6 Juni 2023 | 21:07 WIB
Tradisi Kirab Budaya sebagai ungkapan rasa syukur mereka terhadap Tuhan Yang Maha Esa  (foto: mulyawan)
Tradisi Kirab Budaya sebagai ungkapan rasa syukur mereka terhadap Tuhan Yang Maha Esa (foto: mulyawan)

Krjogja.com - BOYOLALI – Sudah menjadi satu tradisi, setiap tanggal 1 pada bulan Muharam, masyarakat di lereng Gunung Merapi dan Merbabu menggelar Tradisi Kirab Budaya. Tepatnya Dukuh Ngaglik dan Pojok di Desa Samiran Kecamatan Selo, masyarakat setempat melakukan Tradisi Kirab Budaya sebagai ungkapan rasa syukur mereka terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berbagai kenikmatan hidup dan rejeki.


Diungkapkan oleh sesepuh Dukuh Ngaglik, Amir Rejo bahwa acara utama dalam tradisi tersebut yakni menyatukan air yang bersumber dari Gunung Merbabu dengan air yang bersumber dari Gunung Merapi.


“Dengan harapan dan doa semoga dengan menyatunya air tersebut juga akan bersatu pula gotong-royong dan kekompakan warga masyarakat yang berada dilereng kedua gunung tersebut,” ungkapnya saat dijumpai ditempat tinggalnya pada Senin (06/05/2023) malam.


[crosslink_1]


Acara dimulai pada sore hari, dengan kegiatan wilujengan dan dilanjutkan dengan pembuatan tumbeng besar berisi hasil bumi daerah setempat. Dimulai dari rumah masing masing masyarakat, mereka akan berjalan bersamaan menuju ke Simpang Paku Buwono IX yang menjadi pusat kegiatan Tradisi Kirab Budaya.


Dilokasi itu akan diadakan sebuah ritual sakral yaitu penyatuan air dari kedua sumber yang berada di Gunung Merapi dan Gunung Merbabu. Sebelum air disatukan, terlebih dahulu akan ada perwakilan pasrah untuk penyerahan air dari Gunung Merapi dan Gunung Merbabu kepada sesepuh Desa yang nantinya akan mencampurkan air tersebut,” jelasnya.


Setelah air disatukan, air tersebut akan disimpah dan diletakkan di sebuah pesanggrahan di dukuh Pojok yang bernama Pesanggrahan Kebokanigoro. Setelahnya, masyarakat ataupun pengunjung dapat mengambil hasil bumi dari tumpeng besar yang telah diarak oleh masyarakat.


“Rangkaian acara akan ditutup dengan pentas kesenian-kesenian yang ada, umumnya adalah reog, sholawatan kemudian adapula wayang kulit semalam suntuk yang merupakan warisan budaya Unesco,” pungkasnya. (Mul)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Ary B Prass

Tags

Rekomendasi

Terkini

PUDAM Boyolali Rilis Aplikasi Tirta Amperaku

Minggu, 21 Desember 2025 | 12:10 WIB

Pemkab Klaten Siaga Antisipasi Bencana Saat Nataru

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

Gudang Oli di Tanjunganom Grogol Terbakar

Senin, 15 Desember 2025 | 21:50 WIB

Ratusan Pelari Ramaikan Run To Geopark Klaten

Senin, 15 Desember 2025 | 10:20 WIB

Petugas Gabungan Gelar Apel Jelang Libur Nataru.

Kamis, 11 Desember 2025 | 22:05 WIB

Bripka Eriqo Terima Penghargaan dari PBB

Rabu, 10 Desember 2025 | 13:35 WIB
X