Krjogja.com - Lebaran sapi di Boyolali ini termasuk unik, sebab merupakan tradisi yang turun temurun sejak lama. Tradisi Lebaran Sapi ini banyak dilakukan oleh warga lereng Merapi khususnya di Dukuh Mlambong, Desa Sruni, Kecamatan Musuk, Boyolali yang kebanyakan bekerja sebagai peternak sapi.
Sapi adalah sumber kehidupan mereka, baik susunya maupun dagingnya. Sebagai bentuk rasa syukur, mereka memperlakukan sapi seperti halnya mereka memperlakukan sesama manusia. Mereka tidak akan tidur nyenyak dan makan enak sebelum sapi-sapi mereka mendapatkan makanan yang cukup kenyang.
Saat pemiliknya gembira, sapi juga harus ikut merasakan kegembiraan mereka. Saat pemiliknya sedih, sapinya juga ikut murung. Wujud dari perasaan itu adalah tradisi lebaran sapi yang diadakan pada hari ke-8 Idul Fitri. Lalu seperti apa keseruan acara itu? Berikut selengkapnya seperti dikutip dari Merdeka.com:
[crosslink_1]
Pada acara itu, sapi-sapi dikeluarkan dari kandang dengan diberi kalung ketupat. Sebelum diarak, sapi dikasih makan yang enak-enak. Sebelum mengarak sapi, warga lebih dulu berkumpul untuk syukuran dan makan ketupat bersama.
Tradisi ini diikuti ratusan orang. Setelah itu, mereka mulai mengarak sapi milik masing-masing. Pada lebaran kali ini, keseluruhan sapi berjumlah 500 ekor. Setelah itu, sapi dimandikan dan diberi minyak wangi. Sapi dimasukkan kembali ke dalam kandang setelah seluruh rangkaian tradisi selesai.
Tradisi lebaran sapi mulai diadakan secara massal sejak tahun 2006. Darmaji, salah seorang tokoh masyarakat setempat, mengatakan bahwa tradisi itu diadakan sebagai bentuk pelestarian budaya.
Dia mengatakan, di Dukuh Mlambong, ada 200 keluarga yang setiap keluarga memiliki 2-10 ekor sapi. Baginya, sapi-sapi itu layak dimanjakan pemiliknya karena warga bisa makan hingga menyekolahkan anak dari hasil berternak sapi.
Sementara itu Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Boyolali, Darmanto, mengatakan bahwa sapi sudah menjadi bagian dari kehidupan warga Dukuh Mlambong. “Tradisi arak-arakan sapi merupakan budaya yang baik. Kami punya tugas untuk membina dan melestarikan budaya itu,” kata Darmanto. (*)