SUKOHARJO (KRjogja.com)Â Masih ditemukan praktek pelanggaran perburuhan berkaitan dengan belum diikutkannya buruh dalam program BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Dua pelanggaran tersebut diminta oleh serikat buruh di Sukoharjo untuk segera dituntaskan oleh pemerintah. Salah satu tuntutan serikat buruh yakni meminta pelaku usaha untuk dijerat sesuai dengan aturan yang ada berupa penindakan hukum sebagai bentuk efek jera.
Ketua Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) Sukoharjo Slamet Riyadi, Minggu (5/3/2017) mengatakan, hingga 2017 atau sejak diberlakukannya peralihan BPJS pada 2014 lalu masih banyak ditemukan pelanggaran menimpa buruh. Sebab buruh banyak yang belum diikutikan dalam program BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
Praktek pelanggaran ditemukan disejumlah perusahaan baik skala kecil, menengah dan besar. Buruh yang belum ikut BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan disebabkan karena faktor pengalaman kerja masih bekerja beberapa bulan.
“Perusahaan selalu berdalih buruh baru masuk kerja dan masih training atau kontrak. Padahal status kontrak sekarang sudah tidak diperbolehkan. Buruh harus diberi haknya mendapatkan fasilitas BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan,†ujar Slamet Riyadi.
Dihitung dari prosentasi praktek pelanggaran dari pihak perusahaan sejak 2014 hingga 2017 memang sudah menurun. Sekarang hanya tinggal antara 40 persen hingga 50 persen saja buruh di masing masing perusahaan yang belum mendapatkan BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
“Harapannya semua buruh bisa mendapatkan kedua fasilitas BPJS. Temuan kami yang paling banyak buruh belum diikutikan BPJS Ketenagakerjaan. Sedangkan BPJS Kesehatan sudah banyak namun belum 100 persen di masing masing perusahaan,†lanjutnya.
SBSI Sukoharjo meminta kepada pemerintah termasuk aparat penegak hukum untuk terlibat. Sebab BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan dilindungi oleh Undang Undang. (Mam)