Krjogja.com Sukoharjo Pemadam Kebakaran (Damkar) Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Sukoharjo mencatat kejadian kebakaran mengalami peningkatan sejak beberapa waktu ini. Kondisi wilayah kering dampak musim kemarau menyebabkan api dengan mudah menyala. Data sejak Januari hingga awal Juli 2024 diketahui ada sekitar 80 lebih kejadian kebakaran di wilayah Kabupaten Sukoharjo.
Kepala Bidang (Kabid) Pemadam Kebakaran (Damkar) Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Sukoharjo Margono, Rabu (17/7) mengatakan, angka kejadian kebakaran meningkat seiring kondisi wilayah kering dampak musim kemarau. Cuaca panas dan angin kencang menyebabkan api dengan mudah menyala dan merembet.
"Data terhitung Januari hingga awal Juli 2024 sekitar 80 lebih atau nyaris 90 kejadian kebakaran. Angka pastinya tidak hafal mungkin diatas 85 lebih kejadian kebakaran. Dampak kemarau kondisi kering," ujarnya.
Baca Juga: Peringatan hari Koperasi Ke 77, Merefleksikan Peran Koperasi di Tanah Air
Damkar Sukoharjo melihat angka kejadian kebakaran tersebut cukup besar dalam rentang waktu tujuh bulan berjalan sekarang. Kebakaran tersebut terjadi baik di bangunan rumah tinggal, tempat usaha hingga lahan kosong.
"Kami terus berusaha menekan kejadian kebakaran dengan menekankan kepada masyarakat tentang pentingnya pencegahan kebakaran dimulai dari diri sendiri dengan tidak membakar sampah sembarangan," lanjutnya.
Margono menjelaskan, data kejadian kebakaran pada tahun 2024 ini diharapkan bisa turun. Sebab pada tahun 2023 lalu mengalami lonjakan siginifikan hingga 300 persen dibanding kejadian kebakaran tahun 2022. Penyebabnya karena dampak cuaca panas ekstrem dan angin kencang dampak dari fenomena alam El Nino.
Baca Juga: Sosok Afnan Hadikusumo di Mata Sahabat
Selama tahun 2023 tercatat ada 437 kejadian kebakaran di Kabupaten Sukoharjo. Angka tersebut mengalami lonjakan signifikan dibanding kejadian kebakaran di tahun 2022 hanya ada 99 kejadian. Lonjakan kejadian kebakaran tahun 2023 dibanding tahun 2022 tersebut mengalami peningkatan sekitar 300 persen. Kebakaran terjadi di tempat usaha, rumah tinggal, lahan kosong, perkebunan, dan hutan.
"Secara umum kondisi sekarang kemarau dan memang cuaca sulit diprediksi. Yang jelas berdasarkan hasil pemantauan kemarau sudah berdampak pada penurunan debit air bersih sumur warga," ujarnya.
Penurunan debit air bersih warga terjadi selain cuaca panas kemarau juga tidak ada hujan turun secara rutin. Petugas sudah memantau dan memetakan wilayah di 17 desa rawan kekeringan.
Baca Juga: Atasi Masalah Sampah DIY, Gaya Makmur Mobil Perkenalkan FAW Truck Amroll
Data BPD Sukoharjo diketahui total ada 17 desa rawan kekeringan di Kabupaten Sukoharjo tersebar di tiga kecamatan yakni Kecamatan Tawangsari, Weru dan Bulu. Data BPBD Sukoharjo diketahui wilayah rawan kekeringan tinggi di Kecamatan Weru meliputi Desa Karangtengah, Desa Karangwuni, Desa Krajan, Desa Jatingarang, Desa Karanganyar, Desa Alasombo, Desa Karangmojo, Desa Weru, Desa Karakan, Desa Tegalsari, Desa Tawang dan Desa Ngreco. Wilayah Kecamatan Bulu kerawanan kekeringan tinggi di Desa Kamal, Desa Kunden, Desa Puron. Sedangkan di Kecamatan Tawangsari wilayah rawan kekeringan tinggi di Desa Watubonang dan Desa Pundungrejo.
"Dari 17 desa tersebut yang sudah berencana mengajukan bantuan yakni Desa Kamal Kecamatan Bulu. Disana ada salah satu dukuh dimana warganya sudah mengeluh debit air bersih di sumur turun drastis dampak kemarau," lanjutnya.
Ariyanto menjelaskan, melihat pengalaman tahun sebelumnya saat musim kemarau kondisi kekeringan berdampak pada kekurangan air bersih warga terjadi secara berurutan dimulai dari wilayah paling atas di perbukitan. Selanjutnya dampak kekeringan berlanjut turun ke wilayah dibawahnya.