klaten

Sidang Praperadilan Kasus Penganiayaan Datangkan Saksi Ahli Pakar Pidana

Kamis, 5 September 2024 | 20:30 WIB
Sidang Praperadilan Kasus Penganiayaan Remaja Ngemplak Boyolali. (Mulyawan)

KRJogja.com - BOYOLALI - Sidang lanjutan Praperadilan kasus penganiayaan berujung meninggalnya Aan Henky Damai Setianto remaja asal Ngemplak, Boyolali menghadirkan saksi ahli.

Saksi ahli dihadirkan dalam sidang praperadilan Rizal Saputra (19) dan Tegar Yusuf Bahtiar (19) di Pengadilan Negeri Boyolali, Rabu (4/9/2024) kemarin.

Menurut pakar pidana Universitas Sebelas Maret Surakarta, Dr Muhammad Rustamaji tentang tahapan penetapan tersangka dalam sebuah tindak pidana penetapan tersangka, penyidik setidaknya harus memiliki minimal dua alat bukti. Baik itu keterangan saksi, keterangan ahli dan surat-surat atau dokumen.

Sementara, Tim kuasa hukum terdakwa Rizal Saputra (19) dan Tegar Yusuf Bahtiar (19), Hendrik Kusnianto mengatakan bahwa penyidik Polres Boyolali dalam pembuktiannya, hanya mampu menunjukkan satu alat bukti yang sah menurut ahli yakni keterangan saksi saja.

Sedangkan alat bukti berupa visum et repertum tak dapat dibuktikan. Penyidik hanya bisa membuktikan jika kematian korban karena kekerasan itu hanya dari keterangan ahli yang dituangkan dalam berita acara pemeriksaan (BAP).

”Pada pokoknya. Keterangan yang disampaikan pointnya adalah, terhadap perkara yang mengakibatkan kematian, atau luka tubuh, visum itu wajib disertakan sebagai bukti dasar menetapkan orang itu tersangka,” kata Hendrik.

Dikatakan lebih lanjut, Visum et repertum menjadi alat bukti yang wajib disertakan selain keterangan saksi atau ahli.
Visum itu merupakan Scientific Crime Investigation untuk memastikan seseorang itu mati karena sebab tertentu.

”Nah ini yang menjadi permasalahan. Ternyata dalam fakta persidangan termohon, kita ketahui dalam menetapkan tersangka itu tidak berdasar visum yang ada.”kata dia.

Hendrik menegaskan, pihaknya juga menemukan fakta menarik dari bukti yang diajukan termohon ke hakim tunggal, Andika Bimantoro. Dimana terungkap kesaksian ahli forensik yang di jadikan ahli itu tak sesuai dengan surat permohonan yang diajukan Polres Boyolali.

Dari bukti surat, diketahui Polres Boyolali mengajukan ke RS. Dr. Moewardi Surakarta untuk dilakukan bedah mayat dan visum et repertum. "Ini kan beda konteks ini. Yang dilakukan oleh dokter ahli forensik, dengan permintaan dari Polres,” tegasnya.

Terkait hal itu, pihaknya menduga kehadiran ahli forensik ketika diminta keterangan ahli pada jam 16.30 WIb tanggal 31 Juli itu cacat formil. Mengingat tidak berdasarkan surat tugas yang benar.

Selain itu, 7 saksi yang membuat kedua klien jadi tersangka itu diperiksa pada saat yang bersamaan. Sehingga penetapan tersangka dua kliennya cukup janggal.

”Jadi penetapan tersangka ini. Hanya angan-angan penyidik. Penyidik memang wajib segera melakukan pemeriksaan. Tetapi kan tidak boleh melanggar peraturan perundang-undangan juga. Karena ini berkaitan dengan hak asasi manusia,” jelasnya

Sementara itu, Kasatreskrim Polres Boyolali, Iptu Joko Purwadi yang hadir dalam sidang praperadilan ini mengaku telah mendengarkan keterangan ahli tersebut. Menurutnya keterangan ahli pidana ini normatif terkait dengan proses penyelidikan dan penyidikan. (Mul)

Halaman:

Tags

Terkini

PUDAM Boyolali Rilis Aplikasi Tirta Amperaku

Minggu, 21 Desember 2025 | 12:10 WIB

Pemkab Klaten Siaga Antisipasi Bencana Saat Nataru

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

Gudang Oli di Tanjunganom Grogol Terbakar

Senin, 15 Desember 2025 | 21:50 WIB

Ratusan Pelari Ramaikan Run To Geopark Klaten

Senin, 15 Desember 2025 | 10:20 WIB

Petugas Gabungan Gelar Apel Jelang Libur Nataru.

Kamis, 11 Desember 2025 | 22:05 WIB

Bripka Eriqo Terima Penghargaan dari PBB

Rabu, 10 Desember 2025 | 13:35 WIB