Keceriaan memecahkan heningnya asrama Sekolah Rakyat pelosok negeri

Photo Author
- Jumat, 29 Agustus 2025 | 08:20 WIB
   Para siswi dan wali asuh membagi tugas pertama mereka menempati asrama putri Sekolah Rakyat Menengah Pertama (SRMP) 19 Kupang di Naibonat, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur. ((ANTARA/M Riezko Bima Elko Prasetyo))
Para siswi dan wali asuh membagi tugas pertama mereka menempati asrama putri Sekolah Rakyat Menengah Pertama (SRMP) 19 Kupang di Naibonat, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur. ((ANTARA/M Riezko Bima Elko Prasetyo))

Sebelumnya, Costodia bertugas sebagai verifikator lapangan untuk menjaring siswa Sekolah Rakyat dari desa-desa terpencil. Kini, ia menjadi “mama kos” penuh waktu bagi sembilan siswi binaannya.

“Dulu saya datangi rumah mereka satu per satu, sekarang saya tinggal bareng mereka,” ujarnya sembari tersenyum, ketika ditemui ANTARA.

Ia mengenal betul latar belakang tiap anak asuhnya. Priscilia Marta Lilo dari Desa Oefafi, Tirzayana Athalia dari Oetata, Maiyena dari Pantai Beringin, Putri Magdalena dari Fatukanutu, Akwila Ratu dari Oelomin, Firjin Rabeca dari Pariti, serta Irene, Sofia, dan Melati yang juga berasal dari kawasan sekitar Kupang Timur dan perbukitan Sulamu.

 Kebersamaan mereka tidak hanya membentuk kedekatan, tapi juga kerja sama. Jadwal harian dibagi rata; dari menyapu lorong, mengepel kamar, hingga mencuci pakaian sendiri. Tentu, masih ada bantuan wali asuh.

Kalau semuanya dilepaskan ke para anak asuh, sambil tertawa Costodia berujar, satu bungkus sabun cuci dihabiskan untuk satu baju. Maklum, mereka belum terbiasa mandiri untuk mengurusi keperluannya.

Firjin, memeluk boneka kesayangannya yang menemani hidup menempati asrama putri Sekolah Rakyat Menengah Pertama (SRMP) 19 Kupang di Naibonat, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur. ( (ANTARA/M Riezko Bima Elko Prasetyo))

 

Kutu dan boneka

Malam hari, bukan berarti mereka diam dan lelah. Di dalam kamar, ada ritual khusus yang membuat mereka cekikikan sampai larut; berburu kutu rambut.

Firjin dan Irene, dua anak yang tinggal sekamar, punya agenda rutin sebelum tidur. Saling memeriksa kepala, sembari mengaduk-ngaduk rambut satu sama lain, mencari serangga mungil yang kerap bersembunyi di sela-sela helai rambut keriting mereka.

 

Cerita yang lucu, Firjin punya alasan pribadi. Ia tidak ingin kutu dari kepala Irene berpindah ke boneka beruang pink miliknya yang bernama “Princess”. Boneka itu menjadi benda paling berharga yang ia bawa dari kampung.

"Iren, tolong lima kutu sudah saya temukan dari kepala mu," kata Firjin dengan dialek khasnya sambil cekikikan. "Aduh tolong jangan dekat-dekat dulu ke boneka beruang," sambung Firjin, yang disambut tawa melengking Irene.

Tawa mereka tidak pernah cukup untuk kamar tidak seberapa lebar itu. Putri dan Akwila, dari kamar sebelah, ikut bergabung, membentuk geng pencari kutu malam hari.

Suasana semakin ramai, sampai membuat wali asuh geleng kepala. Bukan marah, tapi tidak kuasa menahan ia ikut melebur melihat gestur Tirza yang centil dan celotehannya bagai pembawa acara gosip di televisi.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Tomi Sujatmiko

Tags

Rekomendasi

Terkini

BLTS menyentuh 28 juta penerima

Jumat, 12 Desember 2025 | 08:45 WIB

Internet Rakyat solusi akses jaringan murah

Jumat, 5 Desember 2025 | 11:29 WIB

Mencetak guru agama profesional dengan PPG

Jumat, 21 November 2025 | 08:15 WIB

Pupuk Subsidi Makin terjangkau

Jumat, 7 November 2025 | 08:30 WIB

Mewujudkan MBG aman dan menyehatkan

Jumat, 24 Oktober 2025 | 09:10 WIB

Menyiapkan Merauke sebagai lumbung pangan

Jumat, 10 Oktober 2025 | 15:41 WIB

Gerak cepat pemerataan MBG di Papua

Jumat, 26 September 2025 | 08:20 WIB
X