Sebelumnya, Costodia bertugas sebagai verifikator lapangan untuk menjaring siswa Sekolah Rakyat dari desa-desa terpencil. Kini, ia menjadi “mama kos” penuh waktu bagi sembilan siswi binaannya.
“Dulu saya datangi rumah mereka satu per satu, sekarang saya tinggal bareng mereka,” ujarnya sembari tersenyum, ketika ditemui ANTARA.
Ia mengenal betul latar belakang tiap anak asuhnya. Priscilia Marta Lilo dari Desa Oefafi, Tirzayana Athalia dari Oetata, Maiyena dari Pantai Beringin, Putri Magdalena dari Fatukanutu, Akwila Ratu dari Oelomin, Firjin Rabeca dari Pariti, serta Irene, Sofia, dan Melati yang juga berasal dari kawasan sekitar Kupang Timur dan perbukitan Sulamu.
Kebersamaan mereka tidak hanya membentuk kedekatan, tapi juga kerja sama. Jadwal harian dibagi rata; dari menyapu lorong, mengepel kamar, hingga mencuci pakaian sendiri. Tentu, masih ada bantuan wali asuh.
Kalau semuanya dilepaskan ke para anak asuh, sambil tertawa Costodia berujar, satu bungkus sabun cuci dihabiskan untuk satu baju. Maklum, mereka belum terbiasa mandiri untuk mengurusi keperluannya.
Kutu dan boneka
Malam hari, bukan berarti mereka diam dan lelah. Di dalam kamar, ada ritual khusus yang membuat mereka cekikikan sampai larut; berburu kutu rambut.
Firjin dan Irene, dua anak yang tinggal sekamar, punya agenda rutin sebelum tidur. Saling memeriksa kepala, sembari mengaduk-ngaduk rambut satu sama lain, mencari serangga mungil yang kerap bersembunyi di sela-sela helai rambut keriting mereka.
Cerita yang lucu, Firjin punya alasan pribadi. Ia tidak ingin kutu dari kepala Irene berpindah ke boneka beruang pink miliknya yang bernama “Princess”. Boneka itu menjadi benda paling berharga yang ia bawa dari kampung.
"Iren, tolong lima kutu sudah saya temukan dari kepala mu," kata Firjin dengan dialek khasnya sambil cekikikan. "Aduh tolong jangan dekat-dekat dulu ke boneka beruang," sambung Firjin, yang disambut tawa melengking Irene.
Tawa mereka tidak pernah cukup untuk kamar tidak seberapa lebar itu. Putri dan Akwila, dari kamar sebelah, ikut bergabung, membentuk geng pencari kutu malam hari.
Suasana semakin ramai, sampai membuat wali asuh geleng kepala. Bukan marah, tapi tidak kuasa menahan ia ikut melebur melihat gestur Tirza yang centil dan celotehannya bagai pembawa acara gosip di televisi.