Panas dan kerja keras jadi rutinitas, tapi kebanggaan memproduksi pangan untuk negeri membuat lelah mereka terbayar dengan hasil panen yang memuaskan.
Apalagi ada buruh tani yang juga diberdayakan dengan upah berupa gabah, sehingga sektor pertanian di desa itu mampu menyerap tenaga kerja lokal. Setidaknya Yoyon mempekerjakan 27 buruh tani.
Bersama kelompok tani lainnya, dia rutin berdiskusi dengan penyuluh soal penanganan hama tanaman, terutama tikus yang sering menyerang dan merusak sawah mereka.
Petani di desanya juga rutin mengadopsi teknologi pertanian modern agar hasil panen semakin baik dan mengurangi beban kerja fisik.
Ngopi dan makan bersama keluarga di sawah menjadi momen berharga yang menambah semangat dan kebahagiaan di tengah teriknya matahari yang membakar kulit.
Baca Juga: Eko Suwanto Dorong DIY Serius Fasilitasi Co Working Space dan Digitalisasi UMKM
Pendampingan dari penyuluh sangat membantu dengan solusi tepat. Lalu ada kegiatan pencorekan (istilah membasmi sarang tikus agar hasil panen tidak terganggu).
Harga gabah Rp6.500 per kilogram yang diserap langsung Bulog juga sudah cukup ideal, sehingga para petani termotivasi menjaga kualitas dan kuantitas hasil panen mereka dengan lebih baik.
Petani lainnya, Rojai (50) asal Desa Tegalkarang, Kecamatan Palimanan bercerita akses pupuk subsidi kini jauh lebih cepat dan mudah dibandingkan masa lalu yang penuh kendala administrasi rumit.
Baca Juga: Anak Gajah Bernama Tari Mati, Dunia Konservasi Berduka
Dulu, petani harus membawa kartu tani yang sering hilang atau lupa PIN, sehingga banyak yang gagal mendapatkan pupuk tepat waktu dan menunda pengolahan lahan.
Kini, cukup mendaftar melalui ketua kelompok tani dan penyuluh pertanian langsung meng-input data, membuat proses pengajuan pupuk subsidi jauh lebih efisien dan tanpa hambatan.
Pengambilan pupuk di kios juga cepat, hanya perlu membawa KTP asli tanpa harus menunjukkan kartu tani lagi.