Yogyakarta (ANTARA) - Di tengah sistem pendidikan yang sering berorientasi pada nilai dan aturan, Sekolah Rakyat Menengah Atas (SRMA) 19 Bantul, Yogyakarta, menempuh jalan berbeda.
Sekolah ini menerapkan sistem pendidikan dengan pendekatan humanis, untuk membangun karakter dan empati, melalui pendampingan yang penuh kasih dan personal.
Bagi SRMA 19 yang merupakan program pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wapres Gibran Rakabuming Raka ini, pendidikan, bukan sekadar proses mentransfer pengetahuan, melainkan perjalanan menumbuhkan manusia seutuhnya.
Sekitar 200 siswa tinggal di asrama dan menjalani kegiatan pendidikan harian yang menekankan disiplin, kepedulian, dan tanggung jawab sosial.
Mereka menjalani proses pendidikan yang dibimbing oleh wali asuh. Wali asuh ini mendampingi siswa dari pagi hingga malam hari, bukan hanya sebagai pengawas, tetapi juga sebagai teman dan keluarga.
Wakil Kepala Bidang Kesiswaan SRMA 19 Bantul Alfian Ihsan Prayoga menjelaskan bahwa proses pendidikan di sekolah itu menerapkan masa adaptasi tiga bulan untuk siswa baru.
Selama periode ini, setiap siswa menjalani asesmen agar pendampingan bisa disesuaikan dengan kebutuhan individu.
Pendekatan ini memungkinkan sekolah memahami latar belakang dan pola belajar masing-masing anak secara lebih mendalam.
Banyak siswa yang awalnya memiliki motivasi rendah, namun setelah beberapa bulan mengikuti pendampingan menunjukkan perubahan positif. Mereka menjadi lebih disiplin, terbuka, dan bersemangat belajar.
“Setelah mengenal lingkungannya dan merasa diterima, semangat mereka tumbuh. Dari situ proses belajar menjadi lebih bermakna,” ujar Alfian.
Pendampingan penuh
Di SRMA 19, proses pendidikan berlangsung sepanjang hari. Sejak bangun tidur hingga waktu istirahat malam, wali asuh mendampingi siswa dalam berbagai aktivitas mulai membersihkan diri, sarapan, belajar, hingga berolahraga dan berdiskusi santai.