Krjogja.com - Musik noise di Indonesia kini sudah mulai mendapatkan tempat tersendiri. Berangkat dari jejaring berbasis sosial media, skena noise sudah bisa ditemui di hampir segala penjuru Indonesia.
Skena noise lokal hari ini bisa berdiri sejajar bersama musik underground lainnya yang sudah mendapatkan spotlight lebih dahulu.
Mulai dari geliat noise bombing di jalanan, gig skala kecil sampai menengah di venue art gallery maupun klub musik bahkan mendapatkan spot di festival musik besar semacam Pesta Pora, Joyland, Rock in Celebes dan Synchronize Fest.
Baca Juga: Prabowo Gibran Masih Unggul Suara, Berikut Gaji Keduanya Jika Terpilih
Tidak jarang para pelaku noise melakukan tour sampai negara lain di Asia, bahkan Eropa dan Amerika. Diantara mereka ada Senyawa dan Indra Menus yang berbasis di Yogyakarta.
Yogyakarta yang dikenal sebagai tempat laboratorium bermusik mampu menyediakan wahana bagi para musisi-nya untuk eksplorasi menabrak batas.
Selain dua diatas ada juga para pelaku noise yang bergabung di komunitas semacam Jogja Noise Bombing.
Baca Juga: Film Badarawuhi di Desa Penari, Berikut Siopsis dan Para Pemerannya
Sebagai salah satu kolektif yang memperkenalkan noise ke masyarakat awam dengan gerakan noise bombing dan festival tahunannya, Jogja Noise Bombing banyak mewadahi pelaku noise untuk saling berjejaring di tingkat global.
Selain mereka, skena noise di Yogyakarta sudah ada dan berkembang sebelumnya. Mulai dari duo SKM yaitu Ari Wulu dan Jompet yang sudah aktif dari pertengahan tahun 90an, juga grup Asian noise rock Seek Six Sick yang lahir di akhir era 90an dan menjadi influence signifikan di lingkup skena noise.
Baca Juga: Prakiraan Cuaca Akhir Pekan, DIY Berpotenti Hujan Petir
Marjuki “Kill The DJ” yang aktif melalui gelaran "Mencari Harmoni" dan "Parkinsound" juga banyak menampilkan persinggungan noise dengan musik elektronika. Dilanjut label Yes No Wave yang banyak merilis project noise dan eksperimental lokal.
Geliat noise di Yogyakarta ini yang menarik untuk kemudian dibuat sebuah film dokumenter. Adalah Hilman Fathoni, seorang pelaku noise dengan nama panggung lumayan banyak mulai DJ MO)))dara sampai Palasick sekaligus seorang pengarsip musik yang tertarik dengan pendokumentasian ini.
Mengingat jarak yang cukup lama sejak kemunculan Bising, film dokumenter tentang orang yang memainkan musik noise di Indonesia, Hilman pun mulai berpikir untuk membuat film dokumenter lanjutan. Dipilihlah Yogyakarta sebagai lingkup kota yang akan dibikin dokumentasi-nya.