Akadama & The Yoyo Connection Feat Gigih Prayogo, 'Alerta' Susul 'Pterodactyl' ke Platform Dengar Digital

Photo Author
- Minggu, 14 April 2024 | 16:10 WIB
Akaqdama & The Yoyo Connection Feat Gigih Prayogo luncurkan Alerta (Istimewa)
Akaqdama & The Yoyo Connection Feat Gigih Prayogo luncurkan Alerta (Istimewa)

KRjogja.com - YOGYA - Akadama aka Desta Wasesa bersama The Yoyo Connection dan Gigih Prayogo merilis 'Alerta', lagu ke-2 dari trilogi Menolak Lupa ke platform dengar digital Minggu (14/4/2024) pagi.

Lagu sepanjang tiga menit tiga puluh tiga detik itu diluncurkan berjarak satu bulan dengan 'Pterodactyl' (single pembuka trilogi). Adapun penutup "Menolak Lupa" yakni 'Yang' rencananya rilis 30 September 2024.

'Alerta' ditulis lalu diaransemen Akadama. Catur Kurniawan (The Yoyo Connection) menyempurnakan aransemen bersama Gigih Prayogo. Catur Kurniawan pula yang menata lalu menyelaraskan suara. Sementara untuk artwork digarap Aji Wibowo aka Jiwe, vokalis band The Kick.

Baca Juga: Langit Al-Aqsa Mencekam, Ini Alasan Iran Luncurkan Ratusan Milisi Rudal ke Israel

'Pterodactyl' dan 'Alerta' menjadi karya kolaborasi ke-4 Akadama bersama Yoyo Connection. Mereka pernah berkolaborasi dalam 'Kundera' di bawah bendera Portelea lalu 'Putar Balik (Farida)'.

Gigih Prayogo memberi penyegaran dalam aransemen. Pengalaman gitaris Julia dan Koen ini mempertebal kesan industrial dalam 'Alerta' dan 'Pterodactyl' yang kental dengan unsur Trip Hop.

"Dua lagu ini juga menjadi debut Catur Kurniawan di dunia tata suara," sambung Akadama.

Baca Juga: Waduk Gajahmungkur Gelar Tradisi Andum Ketupat

Trilogi "Menolak Lupa" merupakan pandangan personal Akadama tentang hari ini.'Pterodactyl' berisi potongan beberapa peristiwa politik dan sejumlah kasus intoleran di Indonesia.

Sementara 'Alerta' membabar kepungan nilai-nilai lama yang dikemas sedemikian rupa sehingga tampak baru dalam ruang paling privat sampai maya.

Kepungan nilai itu menjauhkan orang-orang untuk berpikir kritis. Akadama menariknya dari sekian kasus. Dari anomali demonstran dan perpindahan ruang bicara, tragedi Kanjuruhan, ancaman Dwi Fungsi ABRI, sampai para seniman dan aktivis yang beralihrupa menjadi penindas.

Bahwa sebangga-bangganya menjadi Indonesia, kita seharusnya mampu menerima fakta sekaligus mengakui bawah republik ini dibangun di atas tangis para ibu yang kehilangan dan darah 'pemberontak' yang makamnya entah.

Di atas impunitas, pengampunan, dan pemakluman yang tidak berpihak pada penyintas, yang sampai hari ini terus meminta keadilan di depan istana negara.

"Buat saya, kita tidak boleh lupa agar ahli waris tak lupa lalu leka. Agar anak-anak kita tidak menjadi manusia rakus yang keropos moralnya saat berhadapan dengan realita ketika dewasa nanti. Minimal di lingkar terkecil. Sesederhana itu saja," pungkas Akadama. (Des)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Ary B Prass

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Mantan Vokalis Edane, Ecky Lamoh Meninggal Dunia

Minggu, 30 November 2025 | 10:30 WIB
X