Krjogja.com - “Gimana rasanya kalau waktu bisa diputar kembali?” Pertanyaan sederhana itu menjadi gerbang menuju lorong nostalgia yang sunyi dalam single terbaru Diar Sahudi, “If Time Could Turn Around”, yang resmi dirilis pada 23 Mei 2025 lewat label Pabrik Seni Suara.
Diar Sahudi bukan sekadar menyanyikan lagu. Ia membisikkan kenangan. Lewat aransemen minimalis dan lirik yang jujur, “If Time Could Turn Around” menjadi seperti surat terbuka kepada masa lalu—tentang cinta yang pernah tumbuh, namun tak sempat bertahan.
Baca Juga: Sambut HUT ke- 80 Kedaulatan Rakyat Persembahkan Budaya Kolaboratif Wayangan di 80 Titik
“Aransemen dan liriknya aku buat sesederhana mungkin,” kata Diar dalam keterangannya, “karena aku pengin lagu ini jadi ruang refleksi buat siapa pun yang pernah merasa kehilangan,” kata Diar dalam siaran persnya.
Dan benar saja, dari detik pertama, lagu ini mengalun lembut seperti pagi yang enggan move on—mengajak pendengarnya merenungi:
Apakah waktu benar-benar bisa menyembuhkan segalanya?
Atau justru diam-diam menyimpan luka yang tak pernah pulih sepenuhnya?
“If Time Could Turn Around” bukan sekadar tentang patah hati. Ini tentang jeda. Tentang apa yang tak sempat dikatakan. Tentang momen-momen kecil yang kini terasa besar karena telah berlalu. Diar tak mencoba menjadi puitis; ia justru mengandalkan kejujuran. Dan di situlah kekuatannya.
Lagu ini adalah panggilan diam untuk siapa pun yang pernah berharap bisa mengulang satu momen saja—untuk memperbaiki, memeluk, atau sekadar berkata “maaf”.
“If Time Could Turn Around” terasa seperti soundtrack yang pas untuk malam sunyi, perjalanan pulang, atau bahkan saat kita sedang diam di kamar, bertanya pada diri sendiri: “Kenapa harus berakhir seperti itu?”
“If Time Could Turn Around” sudah tersedia di semua platform musik digital. Dan seperti kata Diar:
“Siapa tahu, nasib lagu ini ada di ujung jari kalian.”
Jadi, jika lagu ini menyentuhmu, jangan simpan sendiri. Bantu ia sampai ke hati-hati yang juga sedang mencari jawaban.
Dengarkan sekarang. Bagikan jika kamu merasa pernah (atau masih) merindukan sesuatu yang tak bisa kembali. (*)