Yogyakarta Gamelan Festival (YGF) ke 30, Ruang Bertemu Tradisi, Anak Muda, dan Eksperimen Seni

Photo Author
- Rabu, 16 Juli 2025 | 19:40 WIB
Suasana jumpa media YGF ke 30 di  resto Le Margaux Brasserie (Risbika Putri)
Suasana jumpa media YGF ke 30 di resto Le Margaux Brasserie (Risbika Putri)

Sorot Sumirat, salah satu program baru, menjadi sorotan dengan memadukan musik gamelan dengan pertunjukan video mapping di fasad Gedung Grha Budaya. Penonton tidak hanya mendengar, tetapi juga “melihat” gamelan dalam bentuk sinestetik.

Tiga maestro—Sapto Raharjo, Harry Roesli, dan Djaduk Ferianto—dikenang melalui Konser Maestro (23 Juli) sebagai wujud penghargaan pada mereka yang memperjuangkan gamelan sebagai suara ekspresi dan kebebasan.

Festival ditutup lewat Konser Gamelan (25–27 Juli), di mana tradisi dan inovasi berpadu. Tak hanya dari Indonesia, peserta tahun ini juga berasal dari Cina dan Kanada, menunjukkan bagaimana gamelan telah menjadi alat diplomasi budaya yang melintasi batas negara.

YGF ke-30 adalah perayaan perjalanan panjang, sekaligus deklarasi bahwa gamelan masih dan akan terus relevan. Ia bukan sekadar pusaka museum, tapi ekosistem hidup yang terus menyapa, bereksperimen, dan menginspirasi.

“Gamelan tak akan mati,” kata Ari Wulu, sambal menambahkan acara ini terbuka untuk umum kecuali beberapa program dengan tiket via Attatix. “Selama manusia masih butuh ruang untuk mendengar, merasa, dan bersama.” (*)

 

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Ary B Prass

Tags

Rekomendasi

Terkini

Mantan Vokalis Edane, Ecky Lamoh Meninggal Dunia

Minggu, 30 November 2025 | 10:30 WIB
X