Kembali Pada Pancasila, Upaya untuk Membangun Indonesia Damai Terhidar dari Perpecahan

Photo Author
- Jumat, 19 Oktober 2018 | 12:11 WIB

JAKARTA, KRJOGJA.com - Akhir-akhir ini suasana harmonis, rukun dan damai yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia mulai terusik. Di tengah suasana politik yang sedang memanas menjelang pemilihan umum Presiden (Pilpres) dan Legislatif (Pileg), berbagai isu konflik sosial terhadap diskriminasi atau kebencian yang muncul akibat perbedaan di antara suatu kelompok, seperti perbedaan denominasi agama atau fraksi politik yang mencoba memecah belah persaudaraan kebangsaan masih saja muncul. 

Padahal harmonis, rukun dan damai adalah karakter kehidupan bangsa Indonesia yang tercermin dalam filosofi Bhinneka Tunggal Ika. Sepanjang sejarah keberagaman yang damai ini terjalin dalam bingkai persaudaraan berbangsa dan bertanah air. Konflik sosial yang muncul pada  hakekatnya adalah benturan antara kelompok-kelompok di masyarakat yang terprovokasi untuk melakukan kekerasan dalam banyak bentuk terutama berawal dai ujaran kebencian. 

Oleh karena itu, spirit untuk membangkitkan Indonesia sebagai negara yang damai dengan memiliki karakter rukun, harmonis, toleran dan guyub tentunya masyarakat kita harus kembali menanamkan dan mengamalkan ideologi Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. Hal tersebut diungkapkan Guru Besar Psikologi Politik dari Universitas Indonesia, Prof. Dr. Hamdi Muluk, M.Si. 

“Tentunya kita harus kembali pada Pancasila. Karena Pancasila adalah rumusan yang paling maksimal yang sudah dibikin oleh para founding father's kita ketika dia paham bahwa negara ini didirikan oleh kelompok-kelompok yang berbeda atas suku, agama, ras, keturunan dan kepentingan macam-macam, majemuk sekali,” ujar Prof Dr. Hamdi Muluk di Jakarta, Jumat (19/10/2018). 

Dirimya mencontohkan ketika para foundung father’s membuat rumusan Pancasila terutama sila ke-1, Ketuhanan Yang Maha Esa.  Dimana Soekarno dalam pidatonya saat itu, Masyarakat dipersilakan memeluk agama sesuai dengan pemahaman masing-masing, yang mana kita semua saling menghormati, dengan begitu Spiritnya adalah memang tidak membawa agama ke politik. Karena kalau agama dibawa ke politik, nanti akan dipakai untuk memukul kelompok lain yang tentunya dapat memecah belah. 

“Jadi agama itu ditaruh sebagai sesuatu penghormatan kepada pemeluknya masing-masing untuk menjalankan, sehingga diberi kebebasan beribadah, saling menghormati dan tidak untuk diperdebatkan. Dimana dimata para pemeluknya, agama itu sesuatu yang agung. Jadi kita bisa guyub,” ujar Hamdi Muluk menjelaskan. 

Ketika Pancasila didirikan menurutnya, maka dengan sendirinya gagasan tentang negara agama, negara khilafah dan seterusnya dengan sendirinya sudah tertolak. Karena kalau misalnya menjadi negara Islam nanti di sebelahnya juga akan ada negara Kristen, negara Hindu  dan negara sebagainya. 

“Jadi ini sudah kesepakatan. Kalau kita betul-betul menghayati kembali Pancasila, maka perdebatan mengenai perbedaan itu tidak akan ada lagi. Jadi itu sudah jangan di utak-atik lagi, pancasila itu sudah final, bahwa kita NKRI itu sudah final, kita sudah ada prinsip Bhinneka Tunggal Ika, kita menghormati kemanusiaan yang universal,” ujar pria yang juga anggota keompok ahli BNPT bidang Psikologi ini. 

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: danar

Tags

Rekomendasi

Terkini

Lagi, Kilang Pertamina Luncurkan Produk Setara Euro 5

Minggu, 21 Desember 2025 | 15:00 WIB

GKR Hemas Dukung Ulama Perempuan di Halaqoh KUPI

Rabu, 17 Desember 2025 | 22:20 WIB

1.394 KK Ikut Penempatan Transmigrasi Nasional 2025

Rabu, 17 Desember 2025 | 10:30 WIB

Airlangga Hartarto Usulkan 29, 30, 31 Desember WFA

Rabu, 17 Desember 2025 | 05:56 WIB
X