SEBUAHÂ status di akun Facebook kenalan saya, Surya Kresnanda, seorang trainer yang sudah menulis buku, menarik saya untuk berkomentar. Saya kutipkan statusnya:
"Kalau Trainer nulis buku isinya lengkap dan mendalam, ga ada yang ikut training saya dong?! Karena semua sudah tersampaikan di buku... "
Kawan, tak perlu khawatir bahwa menulis isi buku lengkap dan dalam akan membuat orang gak ikut trainingnya. Karena tetap ada banyak aspek yang tak bisa dipenuhi buku tapi didapat di trainingnya. Apa itu? BERLATIH ….Â
Memang tidak dimungkiri ada gejala para pemilik ilmu, terutama para trainer ataupun motivator, menulis buku yang isinya hanya “kulitâ€, sedangkan “dagingâ€-nya disimpan agar mendorong orang untuk mengikuti seminar, pelatihan, ataupun sanggar kerja yang akan diselenggarakannya. Buku-buku seperti ini terkadang diembel-embeli bonus voucer seminar atau pelatihan yang harganya melebihi harga buku itu berkali-kali lipat. Ya, pantas saja demikian.
Soalnya para pembaca tidak mendapatkan apa pun dari buku itu selain hanya pemaparan seadanya dan contoh-contoh yang tidak jelas bagaimana mengaplikasikannya. Pembaca hanya dijejali lagi-lagi nasihat dan motivasi.Â
Saya pernah juga membeli dan membaca buku seperti itu dan terus terang merasa terkecoh karena si penulis mengajak pembaca untuk tertarik, percaya, tetapi kemudian tidak membukakan rahasianya.Â
Padahal, jelas-jelas judulnya ada embel-embel rahasia. Saya rasa penulisnya memang sedang bercanda. Rupa-rupanya ia hanya ingin mengabarkan ada rahasia di sana, tetapi soal mengungkapnya, ntar dulu deh ….
Saya mengomentari status Surya tadi dengan menganalogikan buku superlaris bertajuk 7th Habits for Highly Effective People karya Stephen Covey. Tidak ada yang membantah buku tersebut begitu lengkap, sekaligus mendalam yang membahas bagaimana seseorang dapat secara efektif meraih sukses dengan mempraktikkan tujuh kebiasaan. Bahkan, Covey menemukan satu kebiasaan lagi yang kemudian dilanjutkan dengan buku 8th Habits.