Krjogja.com - Gaza - Israel sejak Minggu (8/10) lalu sudah melancarkan beberapa serangan udara di Jalur Gaza setelah serangan mendadak Hamas. Lebih dari 230 warga Gaza telah terbunuh dan 1.000 lainnya terluka sejauh ini, menurut para pejabat di sana.
Tentara Israel telah meminta penduduk di tujuh wilayah berbeda di Gaza yang telah lama diblokade untuk meninggalkan rumah mereka dan pindah ke pusat kota atau berlindung di tempat penampungan. Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh yang mestinya telah tahu konsekuensi eskalasi dengan Israel akan memakan banyak korban jiwa, ia malah berjanji bakal memperluas serangan hingga ke Tepi Barat dan Yerusalem, lantaran warga jalur Gaza telah lebih 16 tahun hidup di bawah blokade Israel.
Baca Juga: Amankan Pemilu, Polda Jateng Sebar 22 Ribu Personil Amankan 117 Titik TPS
“Berapa kali kami memperingatkan Anda bahwa rakyat Palestina telah tinggal di kamp pengungsi selama 75 tahun, dan Anda menolak mengakui hak-hak rakyat kami?” ujar Haniyeh dikutip dari Reuters.
Keputusan Hamas membombardir Israel, dikatakan Haniyeh akibat cairnya hubungan diplomasi negara-negara Arab lainnya kepada Israel. Hal itu dinilai mengesampingkan perjuangan Palestina dalam memperoleh kedaulatan dunia. Ia juga menyoroti ancaman Masjidil Al Aqsa Yerusalem dan blokade bertubi-tubi Israel di jalur Gaza.
Asal tahu saja, sejak 2007 pemerintahan Palestina berjalan secara paralel lantaran ada dua faksi utama. Pertama Fatah yang dipimpin Mahmoud Abbas sekaligus Presiden Palestina dengan teritori wilayah Tepi Barat. Kedua Hamas yang dipimpin oleh Haniyeh itu bermarkas di jalur Gaza. Kedua faksi utama Palestina ini tak jarang saling berselisih soal cara berpolitik menghadapi Israel. Jika Fatah lebih memilih jalur diplomasi, sebaliknya Hamas yakin dengan jalur konfrotatif.
Meski begitu, untuk serangan Hamas pada pekan ini, Abbas mendukung penuh hak rakyatnya untuk membela diri dari serangan Israel. Padahal lebih dari 2.3 juta penduduk bermukim di jalur Gaza. Pernyataan ini ia kemukakan usai rapat darurat dengan pemerintahan Palestina.
Baca Juga: BKKBN - Dinas Koperasi dan UKM Percepat Penurunan Stunting
Profil Haniyeh
Menarik disimak siapa sebenarnya Ismail Haniyeh. Ismail Haniyeh lahir pada 1963 dari keluarga Arab Palestina yang mengungsi dari desa mereka dekat Ashqelon (kini bagian dari Israel) pada tahun 1948, Haniyeh mengalami masa kecilnya di kamp pengungsi Al-Shāṭiʾ di Jalur Gaza.
Sebagai anak pengungsi, ia menerima pendidikan di sekolah-sekolah yang dikelola oleh Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat (UNRWA), tempat ia juga menerima bantuan makanan dan obat-obatan.
Pada 1981, Haniyeh mendaftar di Universitas Islam Gaza, fokus pada studi sastra Arab. Pendidikannya dan keaktifannya dalam politik mahasiswa membentuk landasan awal bagi keterlibatannya dalam gerakan Islam, terutama Ikhwanul Muslimin.
Baca Juga: Chery Buka Diler di DIY Buka Diler, Tambah Segmen Medium SUV dan Crossover
Pada 1988, ketika kelompok Islam Hamas dibentuk, Haniyeh menjadi salah satu anggota pendiri dan segera mendapat perhatian karena hubungannya yang dekat dengan pemimpin awal Hamas, Syekh Ahmed Yassin.