Tuduhan Pencemaran Lingkungan Harus dibuktikan secara Ilmiah

Photo Author
- Kamis, 11 April 2024 | 18:20 WIB
Petambak udang di Karimunjawa (istimewa)
Petambak udang di Karimunjawa (istimewa)


Krjogj.com Karimunjawa Di tengah gencarnya seruan kalangan akademisi yang meminta agar aparat penegak hukum menghentikan kriminalisasi terhadap petambak udang pada kasus pencemaran lingkungan di Karimun Jawa, Komnas HAM secara mengejutkan justru menyebarluaskan siaran pers yang sangat menyudutkan para petambak.

Dalam siaran pers itu, Komnas HAM secara langsung menuding para petambak udang sebagai biang keladi kerusakan lingkungan hidup secara meluas dan berkepanjangan.

Baca Juga: Menjadi Muslim Adalah Suatu Anugerah yang Luar Biasa

Siaran pers bertanggal 6 April 2024 nomor 21/HM.00/IV/2024 itu diteken oleh Koordinator Subkomisi Penegakan HAM Uli Parulian Sihombing. Siaran pers itu dibuat sebagai respons atas putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jepara yang menjatuhkan vonis tujuh bulan penjara kepada Daniel Fritz Maurits Tangkilisan, atas perkara UU ITE menyangkut ujaran kebencian terhadap suku, agama, ras, serta antargolongan masyarakat (SARA), dalam hal ini masyarakat Karimun Jawa.


“Pada pokoknya, Komnas HAM menyampaikan pendapat HAM bahwa keberadaan tambak udang telah menimbulkan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup secara meluas dan berkepanjangan di pesisir Pulau Karimun Jawa dan negara memiliki kewajiban untuk melindungi penikmatan hak asasi manusia dari degradasi kualitas lingkungan hidup, terutama terhadap pencemaran udara dan air,” ujar Uli Parulian Sihombing, dalam siaran pers yang diterima media.

Baca Juga: Penumpang Kereta Api Turun di Jogja Catatkan Jumlah Tertinggi di Masa Libur Lebaran

Penilaian sepihak Komnas HAM tanpa dilandasi riset atas kondisi di lapangan di pesisir Karimun Jawa itu beredar luas hanya berselang beberapa hari setelah kalangan akademisi dan praktisi lingkungan menyerukan agar aparat Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan berhenti bertindak ceroboh dalam menangani kasus pencemaran lingkungan di perairan Karimun Jawa.

Para akademisi merasa cemas, jika pengambilan sampel air laut dan penanganan atas sampel tersebut tidak mendasarkan pada pendekatan ilmiah, hasilnya tidak akan maksimal dan malah menempatkan para petambak pada posisi terkriminalisasi.

“Di area perairan atau laut lepas, amatlah mustahil aparat bisa menarik kesimpulan sahih hanya dengan melakukan pengujian kualitas air yang hanya satu kali dan satu titik sampling. Hal ini mengingat kualitas air dilihat dari semua parameter memiliki dinamika temporal mengikuti siklus harian, musiman, pasang surut, turbulensi, serta dinamika spatial mengikuti batimetri, jarak dari garis pantai, posisi terhadap ujung teluk dan tanjung, serta proses rekresi dan akresi garis pantai,” ujar mantan pejabat birokrasi sektor perikanan yang kini menjabat Manajer Produksi tambak PT Kerta Arnawa Jaya Ir IBM Suastika MSi.

Baca Juga: Warga Suryatmajan Tercebur Sungai Code, Tim SAR Lakukan Pencarian

Menurut Suastika, dengan melancarkan tuduhan pencemaran serta perusakan lingkungan kepada petambak Karimun Jawa tanpa dilandasi studi ilmiah, Komnas HAM telah merendahkan posisinya dan terjebak dalam fenomena netizen tribunal seperti yang kerap dijumpai di media sosial.

“Ini seperti apa yang digambarkan Pak Dahlan Iskan sebagai fenomena kebenaran baru. Setiap orang (di media sosial) bisa bicara apa saja, tanpa perlu memiliki kapasitas atau penguasan bidang ilmu pengetahuan tertentu. Namun, pada akhirnya masyarakat akan mempertanyakan persoalan kredibilitas. Dalam situasi seperti ini, lembaga sebesar Komnas HAM juga bisa kehilangan kredibilitas di mata publik,” tandas Suastika.

Warga Butuh Dilindungi

Siaran pers Komnas HAM tersebut juga disesalkan oleh warga Karimun Jawa yang merasa sangat dirugikan oleh perbuatan Daniel Fritsz Maurits Tangkilisan. Pasalnya, meski vonis bersalah telah dijatuhkan majelis hakim, Komnas HAM dalam siaran pers tersebut tetap menyuarakan pembelaan kepada Daniel sebagai korban kriminalisasi dan tindakan strategic lawsuit againts public participation (SLAAP). SLAAP dipahami sebagai langkah gugatan atau laporan pihak tertentu dengan tujuan menghentikan partisipasi publik baik individu atau organisasi nonpemerintah.

Ridwan, warga pelapor atas perkara ujaran kebencian yang menjerat Daniel, memaparkan perasaan sedih dan galaunya atas sikap berat sebelah yang diperlihatkan Komnas HAM dalam perkara yang sudah divonis itu.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Tomi Sujatmiko

Tags

Rekomendasi

Terkini

Lagi, Kilang Pertamina Luncurkan Produk Setara Euro 5

Minggu, 21 Desember 2025 | 15:00 WIB

GKR Hemas Dukung Ulama Perempuan di Halaqoh KUPI

Rabu, 17 Desember 2025 | 22:20 WIB

1.394 KK Ikut Penempatan Transmigrasi Nasional 2025

Rabu, 17 Desember 2025 | 10:30 WIB

Airlangga Hartarto Usulkan 29, 30, 31 Desember WFA

Rabu, 17 Desember 2025 | 05:56 WIB
X