JAKARTA, KRJOGJA.com - Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menyatakan protes atas hilangnya pasal yang mengatur Tunjangan Profesi Guru (TPG) dalam draft Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas).
Untuk itu, PGRI meminta kepada DPR RI untuk menunda lebih dulu masuknya RUU Sisdiknas ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2022. Apalagi, naskah dan substansi dari RUU Sisdiknas masih jauh dari harapan.
“Masih banyak yang perlu dikoreksi,†kata Ketua Umum PGRI Prof Unifah Rosyidi dalam rapat konsolidasi yang digelar secara daring, Minggu (28/2/22).
Unifah menambahkan, dihilangkannya pasal TPG merupaka tindakan mengingkari logika publik, menafikkan profesi guru dan tidak menghargai profesi guru dan dosen. “Kami para guru tak anti perubahan, tetapi jangan berbuat curang dengan menghilangkan pasal TPG dari RUU Sisdiknas,†ujarnya.
Ia mengaku sejak awal sudah kuatir dengan materi dalam draft RUU Sisdiknas. Kekuatiran itu terbukti karena di saat akhir pengajuan ke DPR, pasal TPG sudah tidak ada. Hal terkait TPG masuk dalam peraturan peralihan yang tidak memiliki kekuatan hukum.
“Ini mengingkari logika publik. Hilangnya pasal TPG membuktikan kalau Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbudristek) sudah tidak lagi menghargai profesi guru dan dosen. Ini sekaligus menjadi alarm matinya profesi guru dan dosen,†ucap Unifah menegaskan.
Unifah menilai TPG adalah hal yang wajar diterima guru sebagai bentuk penghargaan dan keadilan. Para guru ingin memiliki hidup yang sejahtera, sehingga bisa menyekolahkan anaknya sampai pendidikan tinggi. Apalagi TPG yang diterima guru besarannya tidak seberapa, jika dibanding tunjangan kinerja yang diterima para birokrat.
“Para birokeat pergi kemana-mana pakai dana APBN. Sementara anggaran TPG sekitar Rp73 triliun bagi jutaan guru kok malah dipersoalkan,†tuturnya.
Padahal, lanjut Unifah, para guru telah bersedia mendidik anak-anak dengan kesejahteraan yang sangat rendah. Ketika disalahkan atas mutu pendidikan yang rendah, guru tidak melawan. Termasuk, ketika pemerintah hanya menjadikan guru sebagai ASN melalui mekanisme PPPK.
“Mempersulit sertifikasi guru dan kenaikan pangkat guru, apalagi sampai dihapuskan adalah kebijakan yang paling melukai rasa keadilan. Karena itu, PGRI sepakat untuk menolak penghapusan pasal TPG dalam RUU Sisdiknas ini.
Dalam rapat konsolidasi yang diikuti guru dari berbagai daerah di Indonesia secara daring itu mencuat ajakan para guru untuk turun ke jalan, mogok mengajar jika pasal TPG tetap dihapuskan. Bahkan beberapa guru memunculkan tagar copot Nadiem.
“Kami sudah menerima ajakan guru-guru untuk mogok mengajar dan turun ke jalan. Tetapi kami meminta agar guru tidak mengambil tindakan tersebut. Guru harus tetap mengajar apapun kondisinya,†ucap Unifah.
PGRI berkomitmen memperjuangkan kembalinya pasal TPG melalui jalan formal dan konstitusional. Namun? jika pemerintah tetap menghapus pasal TPG dan guru akhirnya turun ke jalan, PGRI tidak bisa mencegahnya lagi.