Krjogja.com - SLEMAN - Kurangnya perhatian terhadap usaha mikro kecil menengah (UMKM) konveksi di Yogyakarta membuat Sutardi, pemilik brand fesyen Farah Button merasa kecewa. Sejak merintis usaha outfit ready to wear Farah Button, Sutardi selalu melibatkan UMKM konveksi di Yogyakarta.
Semula, ia bekerja sama dengan satu UMKM konveksi di Solo yang terdiri dari lima orang. Setelah brand miliknya berkembang bahkan hingga mampu menjual ratusan ribu pieces, kini ia berkolaborasi dengan 300 orang dari lima UMKM konveksi di Yogyakarta.
Baca Juga: Pemerintah Prioritaskan Keluarga Berisiko Stunting
Menurut Suta, tidak ada satu pun UMKM konveksi di Yogyakarta yang tersentuh akses bantuan atau pelatihan dari pemerintah. Pernah ia mendapat cerita, ada salah satu orang dari UMKM konveksi yang didatangi orang yang mengaku dari pemerintahan.
Ketika itu, orang tersebut berjanji memberikan bantuan berupa mesin jahit. Syaratnya, tempat usahanya harus difoto. “Tapi setelah difoto, juga tidak pernah dapat bantuan mesin jahit,” ujar Sutardi dalam talkshow bertajuk Kupas Tuntas Bangun Brand Fashion di Mal Pakuwon Yogyakarta, Selasa (12/9/2023).
Baca Juga: Pemerintah Prioritaskan Keluarga Berisiko Stunting
Tak jarang justru Sutardi sendiri yang turun ke lapangan dan memberikan pelatihan secara langsung kepada UMKM konveksi untuk meningkatkan kualitas produksi. Produk-produk Farah Button memiliki kualitas yang baik dan bisa bersaing ke pasar ekspor, bahkan kini sudah bisa dinikmati pelanggan di Jepang.
Namun, ia menyadari keterbatasannya, tak mungkin merangkul seluruh UMKM konveksi di Yogyakarta untuk diberi pelatihan. Ia berharap pemerintah bisa memberikan perhatian dan tidak mengabaikan UMKM konveksi di Yogyakarta.
“Termasuk dipermudah untuk mendapatkan modal usaha dan bisa mendampingi dalam produksi serta memberikan pelatiham sehingga mereka bisa memiliki wadah dan menjadi lebih maju. Tentu kita bersama berharap agar UMKM di Jogja berkembang," sambung Sutardi.
Baca Juga: Mega Insurance dan Bank Muamalat Upayakan Proteksi Asuransi Syariah
Sutardi sendiri mengedepankan semangat kekeluargaan dalam berkolaborasi dengan UMKM konveksi meski tetap dalam ikatan profesional. Hal ini yang justru kemudian membuat kolaborasi berjalan lancar dan berdampak positif bagi produk yang terwujud.
Egi Mashita, pemilik Nifira Konvek mengungkapkan sejak berdiri pada 2020, sampai saat ini ia membawahi 55 karyawan dan belum mendapatkan akses bantuan dari pemerintah, baik dalam bentuk permodalan maupun pelatihan. Padahal, dalam menjalankan usahanya tantangan terbesar adalah menghasilkan pakaian dengan harga jasa yang terjangkau dan berkualitas serta mengelola sumber daya manusia.
“Harapan saya UMKM konveksi dilirik pemerintah, jadi bisa berkembang dan lebih baik lagi. Kami berharap bisa mendapat kemudahan akses," lanjutnya.
Baca Juga: Fraksi PKS Soroti Penindakan Yustisi Pembuang Sampah
Senada dengan Egi, Ratu Sabilla pemilik UMKM konveksi Asiatik Work juga belum pernah mendapatkan akses bantuan maupun pelatihan dari pemerintah. UMKM konveksi yang sudah bekerja sama dengan Farah Button sejak Desember 2021 ini memili 18 orang penjahit yang terlibat dalam produksinya.