Krjogja.com - YOGYA - Film Suka Duka Tawa produksi Bion menjadi penutup rangkaian Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) 2025 dan menghadirkan kebanggaan tersendiri bagi sutradaranya, Aco Tenriyagelli. Ia mengaku perjalanan kreatifnya bersama JAFF membuat momentum ini terasa sangat emosional.
"Saya memulai film pendek di JAFF 2018 dan sekarang kembali dengan film panjang pertamaku. Saya tidak percaya film Suka Duka Tawa diputar sebagai closing, ini kebahagiaan tersendiri untukku," ungkap Aco, Sabtu (6/12/2025).
Aco mengatakan film ini dibuat dengan semangat membawakan harapan, keceriaan dan tawa untuk penonton. Menurutnya, JAFF tahun ini menampilkan banyak film kuat sehingga menjadi kehormatan tersendiri karyanya dipercaya menjadi pemungkas.
Baca Juga: Pendaftaran Calon Ketua LPMK Kraton, Mantan Dosen hingga Mantan Lurah Ikut Berebut Kursi
"Aku membuat film ini untuk membawa harapan, bahagia dan penuh tawa. Sampai sekarang aku masih bingung harus bereaksi seperti apa melihat film ini menutup festival. Kaget sekali, sangat berharap bisa ditonton oleh orang-orang di tempatku bertumbuh," tambahnya.
Dalam proses penulisan, Aco dan Indri (penulis) terinspirasi dari dunia stand-up comedy yang sedang berkembang pesat. Namun ia menegaskan esensi film ini justru tentang hubungan orangtua dan anak.
"Bagaimana relasi orangtua dan anak itu sangat penting untuk disampaikan. Film ini bicara tentang Tawa dan Keset, Tawa dan Ibu," jelasnya.
Baca Juga: Sido Muncul Gelar Operasi Katarak Gratis di Semarang, Sudah 56 Ribu Mata Tertangani
Aco menyebut film yang tayang luas Januari 2026 ini berangkat dari proses mendengarkan banyak kisah nyata anak yang ditinggalkan ayahnya. Mereka mempelajari bagaimana tawa terkadang menyembunyikan luka yang dalam.
"Tawa seorang anak yang ditinggal bapaknya kami coba masuk ke dalamnya. Kami bicara dengan banyak orang dan memprosesnya agar ruang itu bisa terisi dalam film," lanjut Aco.
Rachel Amanda yang memerankan tokoh utama Tawa mengaku mendapat perspektif baru tentang seni stand-up comedy. Ia menyadari banyak materi komedi justru lahir dari pengalaman pahit para komika.
"Aku tidak mengikuti banyak stand-up sebelumnya, tapi ternyata cerita di balik materinya sangat sedih. Akhirnya aku belajar mengolah duka menjadi lelucon seperti Tawa," ucapnya.
Rachel juga sempat menjalani proses open mic demi pendalaman karakter. Ia dibantu sejumlah komika dalam mengasah kepekaan humor dan ritme panggung.
"Aku sempat open mic dan crowd-nya sangat positif. Abang-abangan stand-up membantu banget, termasuk Belel dan Acie," lanjutnya.. (Fxh)