Krjogja.com–SLEMAN–Social Research Center (SOREC) bekerja sama dengan Departemen Sosiologi FISIPOL UGM dan The Indonesian Institute menghelat sesi diskusi publik pada Selasa (16/9).
Bertempat di Auditorium FISIPOL UGM, kegiatan tersebut menghadirkan tiga narasumber kunci, yakni Sri Wiyanti Eddyono, AB Widyanta, serta Adinda Tenriangke Muchtar.
Mengusung tema "Kebebasan Akademik dalam Bayang Represi, Represi, dan Pembungkaman Negara", narasumber menguraikan pandangan masing-masing tentang situasi kebebasan akademik dewasa ini.
AB Widyanta, akademisi UGM yang juga Ketua SOREC, memaparkan tinjauannya perihal tugas dan tanggung jawab dari para akademisi.
Baca Juga: Unjaya Dorong Peningkatan Nilai Jual Produk Unggulan KWT Sekar Makmur
"Tugas akademisi kampus adalah menyuarakan kebenaran, bukan menyelesaikan tugas-tugas administratif," tegasnya dalam sesi siang itu.
AB Widyanta menyayangkan respon represif yang kerap menimpa akademisi justru tatkala akademisi tersebut berani bersuara kritis.
Dosen Sosiologi itu mencontohkan situasi yang diterima koleganya di UGM, Zainal Arifin Mochtar.
Sebagai sosok yang dikenal aktif mengkritisi pemerintah sekaligus berani turun ke jalan, Zainal justru beroleh resistensi dari publik.
Sebagian kalangan bahkan mendorong agar sosok yang akrab disapa Uceng itu dicabut status ASN-nya.
Baca Juga: Pengobatan Pasien Kesehatan Mental Dijamin BPJS Kesehatan.
Menurut pandangan AB Widyanta, peristiwa yang menimpa Zainal adalah bukti dari betapa kebebasan akademik telah didisiplinkan oleh negara.
"Kalau kita tidak pernah mempercakapkan apa yang menjadi imajinasi di dalam hidup kita pada ruang kolektif ini, maka sesungguhnya itu adalah bentuk kematian dari akademia itu sendiri," tuturnya memberi implikasi.
Akademisi yang memperoleh gelar akademis dari jenjang sarjana hingga doktoral dari UGM itu menyadari bahwa hegemoni kuasa di dalam kampus memang tinggi.