KRjogja.com - SEMARANG - Tak banyak yang tahu dan paham keberadaan Makam Pahlawan atau Syuhada dari kalangan ulama Kyai dan Santri yang gugur saat berjuang melawan tentara Belanda tahun 1946 di Kampung Bugen, Telogo Sari Kulon, Kecamatan Pedurungan Semarang.
Awalnya ada 74 jasad pahlawan dari Fisablilillah dan Hisbullah yang dimakamkan secara massal oleh tentara Belanda pasca dihabisi dengan tembakan dari pesawat udara Cocor Merah, pada bulan April 1946. Menurut jusru kunci, Ponidi awalnya ada 75 pejuang yang berlindung di dalam rumah milik keluarga Mustofa. Namun karena ketahuan musuh, maka diperintahkan pesawat Cocor Merah yang diterbangkan dari landasan udara Kalibanteng untuk menyerang perkampungan Bugen sebagai daerah pertahanan pejuang dari kalangan ulama dan santri.
Tembakan Cocor Merah dengan peluru kaliber 12.7 mm ini pun berhasil menewaskan 74 syuhada. Sementara seorang santri bernama Ali berhasil selamat. Dari 74 yang gugur, dua diantaranya santri dan lainnya merupakan para kyai yang sengaja datang untuk berjuang dari Solo, Sragen, Klaten dan Boyolali.
Baca Juga: Satu Dekade Pemberdayaan UMKM Sumbang 60 Persen PDB
Untuk lebih menggaungkan sejarah heroik perjuangan tersebut, Koramil 06/Genuk Kodim 0733 Kota Semarang akan menjadikan Makam Syuhada sebagai salah satu obyek dalam rangkaian peringatan HUT Ke-79 TNI yang jatuh pada 5 Oktober mendatang.
“Kami hanya ingin masyarakat, terutama generasi muda tidak melupakan jasa para pahlawan dan menghormati perjuangan para pendahulu membebaskan bangsa ini dari penjajahan. Oleh karena itu kami akan mengajak masyarakat untuk kegiatan kurvei dan melakukan pengecatan bangunan situs makam pejuang tersebut.Kami juga akan mendorong semua elemen masyarakat agar peduli terhadap situs perjuangan rakyat dalam memerdekaan negara ini,” ujar Mayor Inf H Rahmatullah AR SE MM, saat meninjau lokasi makam, Minggu (8/9/2024).
Rahmatullah saat mengamati makam dan bangunan yang ada di belakang makam justru kaget. Matanya tertuju pada bangunan rumah kayu yang dinding-dinding kayunya penuh lubang bekas tembakan saat peristiwa pembunuhan para pejuang tersebut.
“Saya baru tahu dari Pak Ponidi bila dulu 74 pejuang tampaknya bersembunyi di dalam rumah dan diberondong tembakan dari udara oleh pesawat Mustang Cocor Merah Belanda,” ungkap Rahmatullah.
74 jasad pejuang lantas dikuburkan secara massal di halaman rumah oleh para tentara Belanda yang berhasil menguasai desa Bugen kala itu. Cara menggali kuburnya saja menggunakan ledakan ranjau yang sengaja ditanam. Saat tanah sudah terbuka karena ledakan, baru 74 jasad dimasukkan tanpa dilakukan tradisi pemakaman menurut adat dan syariat kita.
Baca Juga: Cegah dan Tindak Tegas Perundungan di Kampus, MRPTNI Menyatakan Sikap
Baru tahun 1960, ada 40 jasad yang dipindah ke TMP Giri Tunggal Semarang. Sehingga tinggal 34 jasad yang masih terkubur di Makam Syuhada.
Rahmatullah menilai banyak kisah menarik yang layak diteladani generasi muda dari peristiwa gugurnya para syuhada. “Mereka kebanyakan bukan orang Semarang, namun mereka berada di Semarang untuk tujuan berjuang mengusir penjajah yang mulai berdatangan ke Semarang untuk menjajah kembali Indonesia,” ujar Rahmatullah.
Hubungannya dengan TNI, menurut Rahmatullah sangat erat. Sebab cikal bakal TNI adalah tentara rakyat, yang kala tu juga banyak yang terlahir dari pondok pesantren. Para pejuang meyakini berjuang membela negara adalah bagian dari Iman kepada Allah,” jelas Rahmatullah.
Ponidi pun menanggapi baik rencana kurvei dan melakukan pengecatan terhadap bangunan dan kawasan makam. “Kami sangat berterima kasih, atas kehadiran Danramil Genuk untuk memberi perhatian pada Makam Syuhada,” ujar Ponidi.
Baca Juga: Pilkada 2024 Harus Bebas Diskriminasi bagi Perempuan dan Anak