Krjogja.com - SLEMAN - Kasus pengeroyokan dan pengerusakan di salah satu tempat hiburan kawasan Babarsari Depok Sleman tahun 2022 silam yang menyeret nama Alfonsius Lina tak bisa diajukan ke persidangan. Jika perkara ini tetap dipaksakan untuk disidangkan, maka proses persidangan yang dilakukan adalah cacat hukum.
Pasalnya pria yang akrab disapa Luis tersebut sama sekali tidak pernah diperiksa oleh penyidik, namun tiba-tiba muncul berita acara pemeriksaan (BAP) kemudian ditetapkan sebagai tersangka. Hal tersebut ditegaskan kuasa hukum Luis, Hillarius Ngaji Merro SH membacakan eksepsi di hadapan majelis hakim dipimpin Aziz Muslim SH di Pengadilan Negeri (PN) Sleman, Rabu (03/05/2023).
Eksepsi ini sekaligus sebagai keberatan terdakwa atas dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) Bambang Prasetyo SH yang menganggap Luis telah bersalah melangar pasal 170 dan 406 KUHP. “Sebuah BAP apabila dalam proses pembuatannya tidak memenuhi syarat materil, maka keberadaan BAP tersebut adalah cacat hukum. Dalam fakta kasus ini terdakwa Alfonsius Lina tidak pernah merasa di BAP, kemudian tiba-tiba diperiksa di persidangan dan didakwa bersalah,” tegas Hillarius.
Menurut Hillarius, dakwaan jaksa itu tidak memiliki legal standing dan cenderung dipaksakan. Seharusnya dakwaan tersebut batal demi hukum karena surat dakwaan jaksa dibuat berdasarkan BAP yang tidak sah.
“Sebuah BAP apabila tidak memenuhi kententuan formil maka tidak berakibat hukum apapun. Begitupun dengan dakwaan menjadi tidak berakibat hukum apapun terhadap terdakwa Alfonsius Lina,” jelasnya.
Ia menambahkan, berkas perkara atas nama terdakwa adalah cacat secara formil dan materil. Jika tetap dipaksakan untuk disidangkan maka hal tersebut berimplikasi hukum pada proses selanjutnya, termasuk dakwaan yang diajukan oleh jaksa penuntut umum.
Hillarius menyebut, merujuk pada pasal 7 KUHAP penyidik berkewajiban mempunyai kewenangan untuk melakukan pemeriksaan terhadap tersangka atau saksi. Dengan tidak pernah dilakukan pemeriksaan terhadap terdakwa baik sebagai saksi yang nantinya statusnya akan dinaikkan menjadi tersangka, maka dakwaan batal demi hukum dan berkas perkara persidangan dikembalikan kepada jaksa.
“Bahwa menurut pendapat Mahkamah Konstitusi dalam Putusan MK nomor. 21/PUU-XII/2014, dalam penetapan tersangka sebagaimana ditentukan dalam pasal 1 angka 14, pasal 17 dan pasal 21 ayat 1 KUHAP harus ditafsirkan bahwa penetapan tersangka haruslah dibuktikan oleh minimal dua alat bukti dan dibarengi oleh pemeriksaan tersangka. Sehingga bila merujuk pada tafsir tersebut maka dapat disimpulkan karena tidak dibarenginya pemeriksaan tersangka, maka prosedur penetapan tersangka menjadi cacat, sehingga dakwaan yang diajukan pada terdakwa batal demi hukum,” tegasnya.
Hillarius memohon kepada majelis hakim untuk dapat memberikan putusan sela menerima dan mengabulkan eksepsi yang diajukan Luis. Selain itu kuasa hukum juga meminta majelis hakim untuk menyatakan perkara nomor 100/Pid.B/2023/PN.Smn tidak dapat dilanjutkan karena dakwaan JPU cacat secara formil dan materiil.
“Memohon majelis hakim untuk memerintahkan kepada JPU menarik berkas perkara atas nama terdakwa Alfonsius Lina dalam perkara yang telah diregister dengan nomor 100/Pid.B/2023/PN.Smn. Memulihkan martabat dan nama baik Terdakwa Alfonsius Lina,” pinta Hillarius kepada majelis hakim.
Mendengar eksepsi tersebut, Bambang Prasetyo selaku JPU menyatakan akan menjawab keberatan terdakwa tersebut pada agenda sidang berikutnya. “Akan kami jawab keberatan terdakwa pada persidangan Rabu (10/05/2023) mendatang,” kata Bambang. (Van)